Reporter: Hasbi Maulana | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa hari terakhir investor dan trader di Bursa Efek Indonesia (BEI) seru membincangkan fenomena ARA dan ARB yang melanda beberapa saham.
Maklum, setelah beberapa hari sebelumnya beberapa saham mengalami ARA, eh... tiba-tiba saham-saham itu ganti mengalami ARB. Suasana batin para investor dan trader saham yang mengalami ARA dan ARB langsung galau berkecamuk keheranan.
Sebagian investor dan trader yang baru mulai "main saham" di era pandemi corona masih belum memahami apa itu ARA dan ARB di BEI alias IDX. Mereka tak habis pikir mengapa harga saham seolah-olah mentok di atas ketika naik, atau sebaliknya mentok pada harga tertentu saat turun.
Baca Juga: IHSG masih akan menguat, berikut rekomendasi saham hari ini (20/1)
Nah, kalau Anda tergolong "investor corona", julukan bagi mereka yang baru memulai investasi dan trading saham di era pandemi corona, coba simak baik-baik penjelasan mengenai ARA dan ARB saham yang tengah hangat jadi pembicaraan ini.
Penjelasan terbaru perihal ARA dan ARB ini tercantum dalam Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia, Nomor : Nomor : Kep-00108/BEI/12-2020 tentang Perubahan Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas.
Pedoman terbaru perdagangan yang terbit pada 4 Desember 2020 dan mulai berlaku pada 7 Desember 2020 cukup jelas memaparkan soal ARA dan ARB.
ARA adalah singkatan lazim terhadap mekanisme perdagangan saham di BEI yang disebut "auto rejection atas". Tentu Anda bisa menebak sebaliknya bahwa ARB adalah singkatan "auto rejection bawah".
Perlu Anda ketahui, saat ini perdagangan saham dan surat berharga lain di BEI dlayani oleh semacam mesin yang disebut Jakarta Automated Trading System Next Generation (JATS NEXT-G). Mesin yang namanya mirip judul salah satu episode serial film Star Trek itulah yang menempatkan order beli dan jual perusahaan pialang.
Order jual dan atau order beli yang dimasukkan ke dalam JATS NEXT-G adalah harga penawaran yang masih berada di dalam rentang harga tertentu. Apabila perusahaan pialang mengorder harga di luar rentang harga tersebut, secara otomatis akan ditolak oleh JATS NEXT-G secara otomatis alias terjadi (auto rejection).
Jika order buy (beli) melebihi batas atas rentang atas tersebut, maka terjadi auto rejection atas alias ARA. Sebaliknya, apabila harga order sell (jual) melampaui batas bawah rentang yang sudah ditetapkan, akan terjadi auto rejection bawah (ARB).
Baca Juga: Pemerintah yakin Indonesia bakal pimpin Asean untuk recovery pasca pandemi
BEI menetapkan rentang harga berbeda terhadap saham-saham yang dijual di BEI berdasarkan fraksi harga masing-masing saham.
JATS akan menolak orderan secara otomatis (auto rejection) apabila harga penawaran jual atau permintaan beli apabila memenuhi kondisi sebegai berikut:
BEI menetapkan rentang harga berbeda terhadap saham-saham yang dijual di BEI berdasarkan fraksi harga masing-masing saham.
JATS akan menolak orderan secara otomatis (auto rejection) apabila harga penawaran jual atau permintaan beli apabila memenuhi kondisi sebegai berikut:
1. Saham dengan rentang harga Rp 50 - Rp 200 per saham:
- Auto rejection atas (ARA) ketika harga order buy lebih dari 35% (tiga puluh lima perseratus) di atas harga acuan )
- Auto rejection bawah (ARB) saat harga order sell kurang dari 7% (tujuh perseratus) di bawah acuan
2. Rentang harga per saham Rp 200-Rp 5.000 per saham
- Auto rejection atas (ARA) ketika harga order buy lebih dari 25% (dua puluh lima perseratus) di atas harga acuan
- Auto rejection bawah (ARB) saat harga order sell kurang dari 7% (tujuh perseratus) di bawah acuan
Baca Juga: Airlangga optimistis Indonesia bakal pimpin Asean untuk recovery pasca pandemi
3. Rentang harga per saham di atas Rp 5.000 per saham
- Auto rejection atas (ARA) ketika harga order buy lebih dari 20% (dua puluh lima perseratus) di atas harga acuan
- Auto rejection bawah (ARB) saat harga order sell kurang dari 7% (tujuh perseratus) di bawah acuan
Adapun harga acuan yang dijadikan dasar perhitungan ARA dan ARB di atas berpedoman pada:
- Harga penutupan perdagangan sebelumnya (previous) untuk saham yang sudah diperdagangkan di BEI
- Harga teoretis hasil tindakan korporasi untuk saham emiten yang melakukan aksi korporasi;
- Harga perdana untuk saham emiten yang pertama kali diperdagangkan di BEI
- Nilai pasar wajar yang ditetapkan oleh penilai usaha sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.04/2020 tentang Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Bisnis di Pasar Modal.
Begitulah ketentuan dan penjelasan mengenai auto rejection atas (ARA) dan auto rejection bawah (ARA). Semoga para investor dan trader corona tidak kebingungan lagi saat harga sahamnya mentok di atas maupun di bawah.
Semoga cuan selalu!
Selanjutnya: Siap-siap, bank ini akan IPO, menjual 20% saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News