Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencari cara agar lebih efisien menuntaskan berbagai proyek besar. Salah satu efisiensi ini dilakukan di proyek pabrik Feronikel Halmahera Timur.
Di proyek ini, ANTM berencana membangun pembangkit listrik. Tapi untuk menghemat, proyek pembangkit listrik ini akan dibangun oleh mitra strategis dengan skema independent power producer (IPP).
Proyek pengembangan pabrik feronikel tahap I ini memiliki total estimasi biaya sebesar US$ 350 juta hingga US$ 450 juta. Menurut hitungan ANTM, proyek tahap I bisa selesai pada tahun 2018 mendatang. Nantinya, proyek ini bakal memiliki kapasitas produksi antara 13.500-15.000 ton nikel (TNi) per tahun.
Tri Hartono, Sekretaris Perusahaan ANTM, menjelaskan, proyek feronikel Halmahera Timur tahap I bisa dibiayai sepenuhnya dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 3,5 triliun.
Tapi, nilai proyek itu belum termasuk dengan pembangkit listrik yang harus dibangun ANTM untuk hilirisasi produk. Sehingga, pembangunan pembangkit listrik itu tidak bisa dikerjakan sendirian oleh ANTM. Tri belum mau mengungkapkan kapasitas dan nilai investasi pembangkit listrik tersebut.
Sumber KONTAN yang mengetahui rencana ini mengatakan, kemungkinan akan dibangun pembangkit listrik dengan kapasitas 125 megawatt (MW). "Nilai investasinya sekitar US$ 250 juta," ujar sumber ini, Kamis (1/10).
Tri mengatakan, ANTM akan mencari mitra dari perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), seperti PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) ataupun Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sehingga, ANTM bisa fokus pada pembangunan pabrik saja. Strategi joint partner ini menjadi salah satu cara ANTM menghindari tambahan utang.
Memangkas proyek
Sebelumnya, ANTM menargetkan bisa mendapat kucuran dana sebesar Rp 7 triliun dari PMN. Tapi, karena dana PMN yang diterima hanya separuhnya, ANTM pun harus memangkas kapasitas pabrik baru.
Tadinya, kapasitas pabrik diharapkan bisa mencapai 40.000 ton. Tri bilang, nilai investasi proyek feronikel Halmahera Timur itu belum termasuk dengan pembangkit listrik. "Agar tidak perlu berutang lagi, untuk penyelesaian proyek tersebut, maka kami terapkan strategi joint partner, ini sesuai dengan sinergi antar BUMN," kata Tri beberapa waktu lalu.
Pembangkit listrik diperlukan karena ANTM akan masuk ke bisnis stainless steel. Selain dari PMN, ANTM juga bakal mendapat kucuran dana dari penerbitan saham baru dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD).
Dana maksimal yang bisa diperoleh ANTM dari rights issue itu mencapai Rp 5,3 triliun. ANTM sudah melakukan roadshow ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura dan Hongkong untuk penjualan saham baru ini.
Lydia Toisuta, Analis JPMorgan dalam riset September lalu mengatakan, kinerja ANTM ke depannya masih akan terkendala dampak dari pembatasan ekspor bijih nikel. Margin laba bersih ANTM masih akan bergantung dengan proyek penambahan kapasitas.
Ia memperkirakan, kinerja ANTM masih akan menurun sampai tahun depan, meski sudah ada pembangunan pabrik baru. Ekspansi ANTM di proyek feronikel baru akan terasa beberapa ke kinerja ANTM beberapa tahun mendatang.
Karena itulah, JP Morgan masih memberi rate underweight saham ANTM dengan target harga Rp 400 per saham. Ini mencerminkan price earning ratio tahun 2016 sebesar 13 kali. Kemarin, harga saham ANTM ditutup turun 1,03% ke Rp 481.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News