Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menggenjot sejumlah proyek di tahun ini. Salah satu proyek yang tengah digarap emiten ini adalah perluasan pabrik feronikel Pomalaa, di Sulawesi Tenggara.
ANTM berencana menarik pinjaman eksternal untuk menutupi kebutuhan ekspansi itu. ANTM sudah berancang-ancang menarik pinjaman senilai US$ 200 juta dalam waktu dekat.
Tri Hartono, Sekretaris Perusahaan ANTM menjelaskan, mungkin, pinjaman itu akan berskema export credit agency (ECA) dari domestik. Soalnya, pinjaman ECA merupakan skema pinjaman yang paling murah dalam kondisi saat ini.
Kredit itu akan ditarik pada Mei atau Juni tahun ini. Ini dilakukan untuk mengejar agar proyek Pomalaa bisa beroperasi pada Oktober 2015.
Kini, ANTM masih memiliki dana Rp 373,5 miliar dari sisa penerbitan obligasi tahun lalu. Tapi, dana ini bakal habis terpakai hingga tengah tahun ini.
"Pendanaan ini harus dilakukan dalam waktu dekat sebelum dana obligasi habis. Agar pembangunannya tidak mundur," papar Tri akhir pekan lalu.
Emiten yang sering disebut Antam ini, sejatinya, mengkaji beberapa opsi lain, termasuk penerbitan obligasi baru. Namun, lantaran lembaga pemeringkat memangkas peringkat utang ANTM, manajemen memutuskan mengkaji ulang opsi itu.
Bulan Maret 2014 lalu, S&P dan Moody's memangkas peringkat ANTM. S&P menurunkan peringkat ANTM dari B+ menjadi B-. Sedangkan, Moody's memangkas peringkat ANTM menjadi B2 dari sebelumnya Ba3.
Tri menambahkan, pinjaman baru itu kelak diharapkan tidak akan membebani posisi kas ANTM. Per akhir tahun lalu, kas setara kas ANTM turun 27,91% menjadi Rp 2,79 triliun.
Jika pabrik Pomalaa sudah beroperasi, kapasitas produksi feronikel ANTM diperkirakan naik dari 18.000-20.000 ton nikel dalam feronikel (TNi) menjadi 27.000-30.000 TNi.
Selain proyek itu, ANTM berencana melanjutkan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas terpasang 2x30 MW. PLTU ini menggunakan batubara sebagai sumber energi. PLTU ini akan mendukung operasional pabrik feronikel di Pomalaa.
Selain itu, PLTU itu akan menggantikan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang berbahan bakar solar. ANTM berharap, PLTU ini bakal menghemat konsumsi energi di pabrik feronikel sekitar 15%-20%.
Proyek Halmahera
Selain itu, ANTM juga akan melanjutkan proyek feronikel Halmahera Timur. ANTM akan mencari mitra strategis untuk menggarap proyek senilai US$ 1,6 miliar itu. Langkah ini dilakukan karena melihat harga nikel sudah mulai membaik.
Sebelumnya, ANTM memang menahan pembangunan proyek ini lantaran ada larangan ekspor mineral mentah yang diterapkan sejak 14 Januari 2014. Akibat kebijakan ini, ANTM berpotensi kehilangan pendapatan dari ekspor bijih nikel US$ 350 juta hingga US$ 400 juta tahun ini. "Kami tetap melanjutkan proyek Halmahera dengan tetap berhati-hati. Karena harga nikel baru rebound belakangan ini saja," ujar Tri.
Carrel Mulyana, analis AAA Securities dalam risetnya menyebutkan, tahun ini, ANTM memang harus bisa menyeimbangkan posisi kas. Sebab, 2014 bakal menjadi tahun yang berat buat ANTM. Selain karena ada larangan ekspor mineral mentah, Carrel belum yakin penguatan harga nikel dan emas bisa menutupi potensi kehilangan pendapatan dari ekspor mineral mentah.
Carrel memprediksi, pendapatan ANTM di tahun ini akan turun dari Rp 11,29 triliun menjadi Rp 9,39 triliun. Bahkan, ANTM bisa merugi Rp 53 miliar di tahun ini dibandingkan pencapaian di 2013 yang untung Rp 410 miliar.
Ia merekomendasikan sell saham ANTM dengan target harga Rp 930. Kamis (17/4), harga ANTM naik 0,45% ke Rp 1.125.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News