kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.774   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.460   -19,91   -0,27%
  • KOMPAS100 1.153   -1,43   -0,12%
  • LQ45 914   0,41   0,05%
  • ISSI 225   -1,12   -0,49%
  • IDX30 472   0,95   0,20%
  • IDXHIDIV20 569   1,36   0,24%
  • IDX80 132   0,02   0,01%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,24   0,16%

Ancaman perlambatan ekonomi global berpotensi menekan harga minyak


Selasa, 09 Juli 2019 / 20:16 WIB
Ancaman perlambatan ekonomi global berpotensi menekan harga minyak


Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga minyak mentah dunia terancam usai. Hal ini dapat terjadi mengingat kondisi perekonomian global yang belum stabil.

Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (9/7) pukul 18.20 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Agustus 2019 di New York Mercantile Exchange (Nymex) naik 0,54% ke level US$ 57,97 per barel. Dalam sepekan terakhir, minyak WTI telah melonjak 3,05%.

Harga minyak jenis Brent di ICE Futures untuk kontrak pengiriman September 2019 juga naik 0,51% ke level US$ 64,44 per barel. Dalam sepekan, harga minyak Brent telah menguat 3,26%.

Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menyatakan, sentimen positif masih menghampiri komoditas minyak akibat memanasnya kondisi geopolitik di Timur Tengah.

Teranyar, pemerintah Iran berencana meningkatkan pengayaan uranium ke level 5% atau melampaui batas kesepakatan nuklir (JCPOA) yang pernah diteken pada 2015 silam.

Tindakan Iran tentu memancing gelombang protes dari dunia Internasional, khususnya AS yang sudah lama berseteru dengan negara kawasan Persia tersebut.

Namun, potensi penurunan harga minyak dalam waktu dekat terbilang cukup terbuka. Hal ini sudah pernah terjadi di waktu pagi tadi manakala harga minyak WTI sempat melemah di level US$ 57,35 per barel.

Ancaman terhadap harga minyak berasal dari konflik perang dagang antara AS dan China yang belum juga kelar, meski kedua pihak tengah menunda kebijakan kenaikan tarif impor.

Dampak perang dagang pun mulai dirasakan oleh Jepang. Mengutip Reuters, data pemesanan mesin inti Jepang yang turun 7,8% di bulan Mei. Angka ini merupakan penurunan terdalam sepanjang delapan bulan terakhir.

“Padahal Jepang merupakan salah satu negara industri dan importir terbesar di dunia,” kata Ibrahim, Selasa (9/7).

Harga minyak juga berpeluang kesulitan untuk menguat lantaran tengah pekan ini Federal Reserve dan sejumlah bank sentral global lainnya akan memberikan pernyataan terkait kondisi ekonomi di masing-masing negara.

Khusus The Fed, para pelaku pasar tengah menanti kapan bank sentral AS tersebut akan menurunkan suku bunga acuan. Tak hanya itu, besaran pemangkasan suku bunga acuan AS juga menjadi hal yang dicermati oleh para pelaku pasar. Pasalnya, ada pihak yang memprediksi penurunan suku bunga acuan AS bisa mencapai 50 bps dan ada yang hanya mencapai 25 bps.

“Pernyataan bank sentral global akan mempengaruhi outlook ekonomi dunia yang juga berdampak pada supply-demand minyak,” papar Ibrahim.

Dari sisi teknikal, indikator bollinger moving average berada 40% di atas bollinger bawah. Indikator stochastic 70% negatif. Sementara RSI dan MACD 60% negatif.

Proyeksi Ibrahim, harga minyak akan diperdagangkan di area US$ 56,20—US$ 57,90 per barel pada esok hari. Sementara sepekan ke depan, harga minyak berpotensi berada di kisaran US$ 55—US$ 59 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×