Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST) merasakan dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja perusahaan. Hal ini tercermin dari kinerja BEST pada kuartal III-2020 yang masih belum mengindikasikan perbaikan dibanding kuartal sebelumnya.
Merujuk laporan keuangan BEST hingga kuartal III-2020, emiten kawasan industri ini memperoleh pendapatan sebesar Rp 202,25 miliar. Perolehan tersebut turun hingga 66,68% secara year on year (yoy).
Dari sisi bottom line, hingga September, BEST justru membukukan kerugian hingga Rp 107,50 miliar. Padahal pada periode yang sama tahun lalu masih membukukan laba bersih Rp 210,83 miliar.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia Yasmin Soulisa dalam risetnya menuliskan, bahwa BEST seperti emiten properti lainnya kesulitan melakukan marketing sales pada masa pandemi. Pendapatan penjualan tanah yang selama ini menjadi tulang punggung perseroan tertekan paling dalam sebesar 83,93% yoy menjadi Rp 79,88 miliar.
“Walaupun di tengah kondisi yang kurang menguntungkan, kami optimistis BEST akan mampu menjaga kondisi keuangan tetap sehat dengan debt gearing ratio yang hanya naik sedikit menjadi 0,3 kali pada September 2020 dari 0,2 kali pada 2019,” tulis Yasmin dalam risetnya.
Baca Juga: Simak rekomendasi teknikal saham PTBA, BEST dan BNLI untuk Kamis (15/10)
Sementara analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji menjelaskan, belum membaiknya kinerja BEST dapat dimaklumi mengingat sektor ini memang salah satu yang paling terdampak pandemi dan perlambatan ekonomi. Kendati demikian, ia cukup yakin bahwa setidaknya pada tahun depan, kinerja sektor industrial estate akan progresif dan berangsur pulih.
“Dengan pemulihan ekonomi, maka dapat diharapkan kinerja BEST akan membaik. Di satu sisi, dengan mulai diimplementasikannya omnibus law diperkirakan bisa memberi dampak positif terhadap penjualan BEST,” jelas Nafan kepada Kontan.co.id, Rabu (2/12).
Menurutnya, dengan berlakunya omnibus law, modal yang masuk ke Indonesia akan mengalir deras. Mengingat salah satu tujuan dari omnibus law adalah meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI). Hal tersebut akan mendorong penjualan lahan-lahan milik BEST lebih optimal pada tahun depan.
Senada, analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menerangkan penurunan kinerja BEST masih dalam tahap wajar dan dapat dipahami. Ia menyebut, ketika vaksin sudah bisa didistribusikan dan pemulihan ekonomi sudah berjalan, maka lapangan pekerjaan kembali tercipta dan yang akan ada potensi meningkatkan permintaan.
“Selain itu, dengan adanya ruang penurunan suku bunga dan tren suku bunga rendah juga akan menjadi sentimen positif ke depannya. Penjualan tanah BEST tahun depan jelas akan ada harapan perbaikan. Dus tahun 2021 BEST akan memiliki prospek yang bagus jika dibandingkan tahun ini,” kata Sukarno.
Lebih lanjut, Nafan melihat BEST masih punya peluang untuk terus memaksimalkan passive income dari kawasan hotel dan komersial. Tak hanya menambah pendapatan BEST, Nafan melihat pengembangan kawasan tersebut juga akan meningkatkan land value milik BEST. Ia pun memproyeksikan BEST punya peluang akan menorehkan kembali laba pada tahun depan.
Yasmin mengaku cukup meragukan BEST dapat memperbaiki kinerjanya pada sisa tahun ini. Hingga September kemarin, BEST melaporkan belum membukukan marketing sales lagi, sehingga menurutnya BEST tidak akan mampu melakukan penjualan tanah yang signifikan.
“Walaupun demikian, kami yakin keadaan akan lebih baik pada tahun depan seiring BEST masih punya inquiry tanah 66 hektare per September kemarin,” ujar Yasmin.
Dengan kondisi yang kurang baik tahun ini, Yasmin memangkas proyeksi pendapatan BEST menjadi Rp 292 miliar pada 2020 dan Rp 315 miliar pada 2021. Adapun, pada tahun ini BEST diperkirakan rugi hingga Rp 24 miliar, sebelum berbalik laba pada tahun depan menjadi Rp 45 miliar.
Baca Juga: Mengukur prospek saham emiten pengelola kawasan industri
Yasmin merekomendasikan untuk hold saham BEST dengan target harga Rp 200 per saham.
Sementara Nafan menyarankan untuk beli dengan target harga Rp 234 per saham karena saat ini secara teknikal BEST sedang bullish consolidation dan masih akan terus berlanjut.
Sukarno juga merekomendasikan beli saham BEST dengan target harga Rp 230 per saham. Menurutnya, saat ini BEST secara valuasi sudah sudah tergolong murah jika dilihat dari rasio PBV-nya yang berada di 0,43x.
Ditambah lagi jika BEST tahun depan mampu meraih laba, maka valuasinya lebih murah lagi.
Selanjutnya: Penguasaan Pengembangan Awal Lahan KEK Minimal 50%, Pelaku Usaha Wait and See
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News