Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) membukukan kinerja yang cukup apik sepanjang kuartal I-2021. Emiten produsen nikel tersebut tercatat mengantongi pendapatan sebesar US$ 207 juta atau naik 18,3% secara year on year (yoy). Sementara untuk bottom line, INCO membukukan US$ 34 juta atau naik 16,4% secara yoy.
Namun, dari volume produksi, INCO justru hanya mencatatkan 15.198 ton atau turun 13,7% secara yoy. Walau demikian, analis Maybank Kim Eng Sekuritas Isnaputra Iskandar menyebut perolehan tersebut sudah sesuai dengan perkiraannya. Ia juga menyebut, jumlah tersebut telah memenuhi 23,6% dari proyeksi Maybank Kim Eng yang sebesar 64.521 ton.
“Pada kuartal I-2021, INCO memang melakukan pemeliharaan rutin sehingga produksinya pun turun. Namun, pada kuartal-kuartal berikutnya, kami melihat volume produksi INCO akan terus mengalami peningkatan seiring aktivitas pertambangan yang kembali normal,” tulis Isnaputra dalam risetnya.
Baca Juga: Bakal menguat, ini sentimen yang menggerakan IHSG pada Jumat (7/5)
Sementara analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu mengatakan, volume produksi INCO sejauh ini telah mencapai 24.1% dari proyeksi Samuel Sekuritas. Ia memproyeksikan produksi INCO mencapai 63.000 ton, jumlah tersebut sedikit di bawah target INCO yang mencapai 64.000 ton.
Dessy menyebut, produksi tersebut juga jauh lebih rendah dari perolehan tahun lalu (72.237 ton) seiring adanya potensi kendala produksi pada tahun ini.
“INCO tahun ini akan kembali fokus pada pembangunan kembali Furnace 4 yang diperkirakan baru akan dimulai November 2021, padahal target awalnya adalah Mei 2021. Hal tersebut berpotensi mengganggu produktivitas INCO pada tahun ini,” kata Dessy kepada Kontan.co.id, Kamis (6/5).
Baca Juga: Telkom Indonesia (TLKM) akan gelar RUPST, dividen triliunan dinanti
Kendati begitu, Dessy melihat INCO masih punya prospek yang menarik pada tahun ini, salah satunya adalah tren positif harga nikel. Ia memperkirakan harga nikel global pada tahun ini akan berada di level US$ 17.300 dan pada tahun depan di USZ$ 18.500 per ton.
Menurutnya, masih tingginya sentimen baterai untuk kendaraan listrik akan menjadi pendorong optimisme investor terhadap industri nikel secara jangka panjang.
Senada, Isnaputra menyebut, INCO adalah penerima manfaat utama dari harga nikel yang solid yang didorong oleh pemulihan ekonomi global dan meningkatnya permintaan dari kendaraan listrik. Untuk saat ini, ia memperkirakan harga nikel sepanjang 2021 berada di level US$ 15.500 per ton.
Namun, ia meyakini INCO masih punya potensi upside yang tinggi ketika harga nikel bisa terus bertahan di atas level US$ 16.000 per ton hingga akhir tahun nanti. Dengan asumsi volume produksi INCO mencapai 64.521 ton dan total biaya sebesar US$ 11.000 per ton, Isnaputra memproyeksikan pendapatan INCO bisa mencapai US$ 111,2 juta pada tahun ini.
Baca Juga: IHSG diprediksi berbalik menguat di akhir pekan, ini alasannya
“Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibanding proyeksi Maybank Kim Eng saat ini yang sebesar US$ 82,8 juta. Berdasarkan analisa kami, setiap ada kenaikan 1% pada asumsi harga nikel dari Maybank Kim Eng, maka proyeksi pendapatan kami pun akan naik sebesar 2,9%,” imbuh Isnaputra.
Isnaputra pun memberikan rekomendasi beli untuk saham INCO dengan target harga Rp 7.000 per saham. Sementara Dessy memasang target harga Rp 6.400 per saham dengan rekomendasi beli.
Selanjutnya: IHSG ditutup turun 0,09% ke level 5.970,24, asing catat net buy, Kamis (6/5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News