Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana asing atau net buy yang tercatat sepanjang Januari hingga Juni sebesar Rp 56,7 triliun di seluruh pasar. Sejumlah analis menilai dana asing yang masuk sebesar itu masih wajar.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menjelaskan dana asing yang masuk sebenarnya tidak terlalu besar.
"Investor asing masih wait and see akan kondisi global, khususnya politik Indonesia," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (26/6).
Menurut Herditya, masuknya dana asing ini bisa dikatakan wajar. Kendati demikian Herditya menyarankan agar investor tetap melakukan trading selektif dan cenderung cepat.
Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menjelaskan dana asing yang masuk tersebut yang tercatat di seluruh pasar. Sedangkan jika dilihat di pasar reguler tidak terlalu besar, yakni hanya sekitar Rp 6,93 triliun secara year to date.
"Kemarin ada transaksi akusisi oleh Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) sebanyak 40,69% saham PT Bank Danamon Tbk (BDMN) atau setara Rp 49,8 triliun," ujarnya.
Teguh bilang seolah-olah ada dana asing masuk tapi aliran dana itu bukan uang asing ritel yang masuk ke bursa. Melainkan aksi korporasi perusahaan saja.
Teguh bilang, bila dana asing yang masih sedikit menyebabkan kinerja IHSG dari awal Januari sampai saat ini cukup tertinggal dibanding bursa Asia lainnya.
Analis Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih menjelaskan kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang membaik memungkinkan dana asing masuk lebih deras.
"Namun tidak semua asing memahami perusahaan yang ada di Indonesia. Jadi biasanya investor asing melihat dari besar bobot sahamnya," jelasnya.
Melihat dari masuknya dana asing menurut Alfatih masih aman bagi perekonomian. Bahkan sampai Mei lalu porsi asing masuk ke pasar reguler semakin berkurang. Sehingga kontribusi investor lokal semakin banyak.
Menurut Alfatih bursa ditopang oleh industri keuangan lainnya seperti asuransi, yang kemudian sebagian dananya turut masuk ke pasar modal. Itu yang menyebabkan bobot persentase investor lokal meningkat.
Namun jika dana asing masuk terlalu deras ke Indonesia, dikhawatirkan uang yang masuk adalah uang panas atau hot money yang saat bisa keluar dengan mudah.
Berbeda dengan dana asing yang masuk ke proyek seperti pabrik dan infrastruktur untuk keperluan jangka panjang.
Alfatih bilang tentunya dana asing tidak akan semudah itu keluar apalagi di saat empat bank besar baru mendapat kenaikan rating S&P. Itu bisa menjadi pertimbangan asing betah berinvestasi di Indonesia.
Menurut Alfatih betahnya investor bisa bertahan jangka panjang atau lebih dari sebulan. Mengingat sentimen global yang bisa menjadi katalis positif adalah wacana penurunan suku bunga. Jika benar terjadi, banyak investor Amerika beralih investasi ke negara ketiga seperti Indonesia.
Namun ada sentimen lain yang harus dicermati yakni perang dagang Amerika dan China yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi global melemah dan berdampak pada banyak sektor.
Alfatih menyarankan investor untuk memasuki saham second liner yang cenderung tidak banyak dipengaruhi asing. Sebab seringkali pergerakan sahamnya cukup tinggi dibanding blue chips yang lebih banyak diminati asing.
Adapun investor bisa mencermati saham-saham yang sensitif terhadap penurunan suku bunga karena ada potensi naik cukup tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News