Reporter: Issa Almawadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Indeks Inter Dealer Market Association (IDMA) terpangkas. Pada penutupan sore hari ini, indeks IDMA menyentuh level terendahnya sepanjang sejarah dan ditutup pada posisi 101,51.
Menanggapi hal ini, Vice President Head of Invesment CIMB Principal Asset Management, Fadlul Imansyah mengatakan, penurunan indeks IDMA terkait dengan tingginya tingkat inflasi tahunan yang telah mencapai 5,31%. "Ini yang dikhawatirkan. Karena mulai mendekati tingkat suku bunga acuan BI (BI Rate)," tutur Fadlul kepada KONTAN, Senin (18/3).
Fadlul melihat, seharusnya BI Rate berada di atas tingkat inflasi. Pada intinya, Fadlul bilang, investor obligasi mulai khawatir tingkat inflasi bisa melewati BI Rate yang berada pada level 5,75%. Belum lagi, tambah Fadlul, current defisit terkait rencana penarikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan mengakibatkan peningkatan inflasi.
Namun menurut Fadlul, investor obligasi jangka panjang tidak perlu khawatir, karena jika dihitung berdasarkan kupon, maka akan tetap menghasilkan yield. "Kalau untuk trading, lebih baik hold saja," jelas Fadlul.
Hal serupa diungkapkan Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII), Josua Pardede. Josua juga berpendapat, penurunan indeks IDMA hari ini memang diakibatkan ekspektasi meningkatnya tingkat inflasi.
Selain itu, Josua melihat adanya sentimen negatif karena adanya ketidakpastian ekonomi secara global. "Di Amerika Serikat (AS) juga begitu. Jadi, sentimen negatif tidak hanya dari dalam negeri saja, tapi secara global juga," terang Josua.
Walaupun begitu, Josua tetap yakin masih ada harapan pasar obligasi akan kembali membaik dalam dua bulan ke depan. Terutama jika melihat inflasi inti yang masih cenderung rendah yang akan membuat yield turun dan harga kembali naik. Belum lagi, kata Josua, sejauh ini BI belum terlihat memiliki arah untuk menaikkan BI Rate.
Dengan kondisi seperti itu, Josua menyarankan agar investor bersikap wait and see. "Tentunya dengan melihat sentimen-sentimen yang ada, baik itu dari dalam negeri maupun secara global," terang Josua.
Sebagai perbandingan, pada Jumat (15/3) lalu, indeks IDMA masih berada di posisi 118,16. Itu artinya, indeks IDMA mencatatkan penurunan sebesar 16,4%.
Padahal, pada 13 Maret lalu, IDMA sempat menyentuh level the highest alias tertinggi sepanjang sejarah di level 118,40.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News