Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal tahun hingga Rabu (11/12) atau (year-to-date/ytd), terdapat beberapa saham yang harganya longsor. Beberapa dari saham-saham tersebut ada yang harganya telah tergerus hingga lebih dari 90%.
Sebut saja saham PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ) yang secara ytd harganya telah anjlok hingga 94,57%. Pun begitu dengan saham PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk (BOSS) yang harga sahamnya tergerus 92,46%.
Tak mau ketinggalan, saham emiten pelat merah PT Indofarma Tbk (INAF) juga telah merosot 92,37% sejak awal tahun. Harga saham PT SMR Utama Tbk (SMRU) juga telah ‘tersunat’ 92,31% secara ytd.
Baca Juga: Harga saham turun 22,14% dari awal tahun, cermati rekomendasi saham Mayora (MYOR)
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, saham-saham ini merupakan saham yang rentan digoreng. Ia mengatakan, anjloknya saham-saham ini adalah akibat penyebaran (distribusi) secara besar-besaran.
Untuk itu, ia merekomendasikan investor untuk menghindari saham-saham tersebut. Namun, jika sudah terlanjur ‘terjerembab’ di saham-saham tersebut, William merekomendasikan untuk segera menjualnya.
“Jika memang masih bisa dijual, maka dijual saja. Terjadi distribusi besar yang membuat saham-saham ini berjatuhan,” ujar William ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (11/12).
Setali tiga uang, Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso juga menyarankan investor untuk mempelajari latar belakang dan kualitas emiten sebelum membeli sahamnya.
“Bagi para investor, sebaiknya hindari saham yang kurang dipahami,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (11/12).
Baca Juga: Ada saham yang anjlok lebih dari 90% sejak awal tahun, ini penyebabnya
Aria melanjutkan, jika investor telah kadung masuk ke dalam saham-saham yang anjlok ini, maka perhatikan paparan risiko terhadap jumlah uang yang ada dalam portofolio investor.
“Kerugian investor jangan sampai melampaui batas toleransi risiko yang sudah ditetapkan sebelumnya,” imbuhnya.
Menurut Aria, ada beberapa alasan kenapa harga saham-saham tersebut terjun sejak awal tahun. Mulai dari faktor fundamental emiten hingga nilai wajar (fair value) yang terlalu tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News