Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana merger PT Verena Multi Finance Tbk (VRNA) dengan IBJ Verena Finance (IBJV) pasti terselenggara pada 23 Juli 2019 mendatang. Atas aksi korporasi ini VRNA memberi hak kepada pemegang saham publik yang tidak setuju atas aksi merger untuk menjual sahamnya dengan harga penawaran Rp 128. Sejumlah analis menilai penawaran ini menarik.
Sebagai tambahan informasi, melansir pengumuman di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada Jumat (5/7) pemegang saham VRNA yang berhak untuk menjual kembali sahamnya adalah para pemegang saham yang tercatat dalam daftar pemegang saham pada tanggal 29 Mei 2019.
Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas menjelaskan dengan kondisi harga saat ini di Rp 120 dengan potensi investor bisa jual di Rp 128 cukup menarik. “Namun bila masih timbul keraguan untuk menjual, investor bisa menerima tawaran itu dengan strategi menjual sebagian sahamnya untuk taking profit,” kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Selasa (16/7).
Aksi koporasi merger VRNA dengan IBJV, menurut Sukarno adalah upaya perusahaan multifinance ini untuk memperkuat struktur permodalan agar lebih solid dari sebelumnya. Apalagi aksi penggabungan ini akan menyatukan dua portofolio bisnis yang berbeda yakni nasabah individual dan korporasi terutama dalam segmen operasi pendukungnya.
Sukarno bilang IBJV adalah perusahaan leasing yang pembiayaannya lebih luas dari VRNA. Adapun strategi yang sudah disiapkan setelah aksi penggabungan ini adalah mengembangkan pembiayaan multiguna. Selama ini VRNA didominasi pembiayaan otomotif retail sedangkan IBJV lebih banyak memberikan finance lease terhadap korporasi.
Dengan penyatuan ini, portofolio perusahaan gabungan akan lebih beragam sehingga memiliki fleksibilitas dalam menghadapi perubahan risiko pasar pada industri multifinance di Indonesia.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana justru melihat dari pergerakan saham VRNA. “Sahamnya VRNA masih kurang begitu likuid dan cenderung pergerakan harganya terlalu fluktuatif kalau dilihat dalam tiga bulan belakangan,” ujarnya.
Herditya bilang saham VRNA dari 1-16 Juli 2019 tidur di Rp 120. Hari ini saja frekuensi transaksinya hanya satu kali dan jumlah uang yang beredar hari ini hanya Rp 24.000.
Kendati demikian melihat histori pergerakan harganya (tradingnya), tawaran ini cukup menarik apabila harga yang diberikan pada Rp 128. Menurut Herditya hal ini lebih baik daripada tidak ada pergerakan di pasar.
Kinerja fundamental kedua perusahaan ini kurang cemerlang. Melansir laporan keuangan konsolidasian per 31 Januari 2019, VRNA membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 5,4% year on year (yoy) menjadi Rp 25,67 miliar. Namun pada periode itu justru VRNA mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 5,4 miliar.
Sedangkan kinerja IBJV per 31 Desember 2018 mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 4,41% yoy menjadi Rp 63,4 miliar. Adapun laba bersih tahun berjalan yang anjlok hingga 34% yoy dari Rp 11,4 miliar pada 2017 menjadi Rp 7,5 miliar.
Menilik riwayatnya, kedua perusahaan ini sudah terafiliasi sejak lama. IBJV didirikan pada 2010 yang dibuat dari hasil perusahaan patungan (joint venture) antara VRNA dengan IBJ Leasing Co Ltd (IBJL) dengan kepemilikan masing-masing 20% dan 80%.
Kemudian ada akhir Desember 2018, VRNA menerbitkan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) dan IBJL sebagai pembeli siaga. Setelah aksi korporasi tersebut, IBJL menjadi pemegang saham pengendali VRNA. Sebagai hasil penggunaan dana HMETD, pada 25 Januari 2019 VRNA membeli 80% kepemilikan saham IBJL pada IBJV, sehingga seluruh saham IBJV saat ini dimiliki oleh VRNA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News