Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Emiten menara PT Tower Bersama Infrastructure Tbk tahun ini fokus ekspansi ke daerah Sumatra, Indonesia Timur dan daerah terluar untuk memperluas cakupan layanan 4G. Hal ini sejalan dengan emiten telekomunikasi yang hendak memperkuat layanan 4G di seluruh daerah Indonesia.
Untuk itu TBIG menyediakan capital expenditure sebanyak Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun untuk meningkatkan penyewa 2000 sampai 3000. Di mana saat ini tiga operator telekomunikasi besar menjadi penyewa terbanyak menara milik TBIG yaitu PT Telekomunikasi Seluler sebesar 49,48%, dan PT Indosat Tbk sebanyak 24,13% dan PT XL Axiata Tbk sebanyak 14,96%.
TBIG masih mencatatkan pertumbuhan pendapatan positif sepanjang tahun 2016 yakni Rp 3,71 triliun naik 8% dari tahun sebelumnya Rp 3,42 triliun. Berbanding terbalik dengan laba bersih yang berhasil dibukukan yaitu turun 9,7% menjadi 1,29 triliun dari tahun sebelumnya Rp 1,42 triliun.
Analis Kresna Securities Muhammad Fariz menyampaikan, prospek TBIG tahun ini masih menjanjikan sebab manajemen telah membentuk hubungan kuat dengan tiga operator telekomunikasi besar, ini tentunya bisa mendorong pertumbuhan organik. Apalagi operator telekomunikasi tahun ini masih gencar memperluas jangkauan layanan data khusunya 4G.
“Kami masih optimis masa depan TBIG, didukung pertumbuhan organiK yang kuat, harga data rasional antara operator dan upaya operator untuk memperluas cakupan,” ujar Fariz dalam risetnya pada 27 Maret 2017.
Analis Mega Capital Leonardo Teo juga bilang prospek TBIG akan mengikuti prospek dari emiten telekomunikasi. Di mana outlook sektor telekomunikasi tahun ini masih terbilang positif, terutama PT Telekomunikasi Seluler yang menyediakan capex Rp 13 triliun. “Kalau telko bagus maka menara juga bagus dan sebaliknya,” ujarnya kepada KONTAN.
Chandra Pasaribu , Analis Indo Premier Sekuritas menyampaikan pasca industri telekomunikasi terkonsolidasikan menjadi enam perusahaan, tentunya permintaan menara akan didorong oleh belanja modal dari enam operator tersebut. Maka dari itu pertumbuhan organik akan datang dari enam perusahaan tersebut.
Untuk meningkatkan pertumbuhan organik tentunya menara baru diperlukan untuk meningkatkan cakupan layanan data. “Kita berharap penyewa bertambah 2.000 dengan tambahan menara built to suit 1.000 untuk tiga tahun ke depan,” paparnya.
Sampai Desember 2016, TBIG mempunyai 12.539 menara, satu menara menghasilkan 280,7 juta per tahun. Selain itu rasio colocation TBIG sekitar 1.63 kali dengan itu return of investment (ROI) sekitar 19,2%, jika rasio melompat ke 2.0 kali, ROI dapat diperpanjang 247%. “Jadi banyak ruang untuk pertumbuhan keuntungan dari peningkatan colocation,” paparnya.
Sementara Leonardo mengatakan yang menjadi kekhawatiran di dalam emiten ini adalah leverage-nya yang lumayan tinggi dan debt to equity ratio sudah menyentuh double digit sejak dua tahun terakhir. Ditambah lagi TBIG baru menambah utang sebesar US$ 500 juta, alhasil credit risk-nya bisa naik.
Selain mendapatkan kredit, menurut Fariz TBIG juga masih berencana untuk melakukan pembelian kembali (buy back) saham di tahun ini. Sepanjang tahun 2016 TBIG telah menghabiskan Rp 906 miliar untuk melakukan buyback .
Analis JP Morgan, Ranjan Sharma merekomendasikan overweight untuk saham TBIG dengan target harga Rp 6.300, Muhammad Faiz merekomendasikan buy dengan target harga Rp 6.200 dan Chandra Pasaribu merekomendasikan buy dengan target harga Rp 6.400.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News