kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Analis: Bank belum sesuaikan bunga, pilih obligasi


Minggu, 19 November 2017 / 18:31 WIB
Analis: Bank belum sesuaikan bunga, pilih obligasi


Reporter: Riska Rahman | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan suku bunga acuan 7-day reverse repo rate (7DRR Rate) yang dilakukan Bank Indonesia (BI) beberapa bulan lalu membuat beberapa emiten tertarik untuk mejadikan pinjaman bank sebagai sumber pendanaan. Namun, analis menilai obligasi masih jadi pilihan bagi emiten untuk memperoleh pendanaan.

Turunnya suku bunga acuan membuat dua emiten tertarik untuk mengajukan pinjaman bank. PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) berencana menggunakan dana hasil pinjaman bank yang mereka peroleh untuk melunasi utang mereka.

Walau turunnya suku bunga acuan ini biasanya diikuti dengan penurunan bunga pinjaman, Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido memandang saat ini obligasi masih jadi pilihan bagi emiten untuk soal pendanaan.

"Pasalnya, saat ini bunga pinjaman bank masih berkisar di angka 11% sampai 12%. Angka ini lebih tinggi daripada kupon obligasi yang saat ini memiliki rata-rata sebesar 8% hingga 9%," terangnya kepada KONTAN, Sabtu (18/11).

Meski 7DRR Rate BI sudah turun menjadi 4,25%, Kevin melihat masih banyak bank yang belum melakukan penyesuaian suku bunga pinjamannya terutama untuk kredit korporasi. Untuk itu, ia masih mengimbau para emiten untuk menggunakan obligasi untuk memperoleh dana segar.

Belum lagi adanya potensi keberhasilan reformasi pajak di Amerika Serikat (AS) yang saat ini tengah dirancang oleh pemerintahan Presiden Donald Trump mampu membuat The Fed menaikkan suku bunga acuannya di tahun depan. Akibatnya, BI pun akan ikut menaikkan suku bunga acuannya sehingga bunga pinjaman bank kembali tinggi di tahun 2018 mendatang.

"Untuk menerbitkan obligasi, emiten harus menerbitkan prospektus dan mengeluarkan biaya tambahan untuk pemasaran," papar Kevin.

Penyerapan obligasi pun bisa jadi risiko tersendiri bagi emiten. Menurut Kevin, jika para pelaku pasar menilai bahwa emiten tersebut tak memiliki fundamental yang baik, mereka tak mau menyerap obligasi yang diterbitkan.

"Mereka takut emiten tak mampu membayar kewajibannya. Jika hal ini terjadi, pinjaman bank masih bisa jadi pilihan buat para emiten tersebut," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×