Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Peraturan financing to finance ratio (FFR) yang kini masih dikaji Bank Indonesia (BI) bisa mengganggu penyaluran kredit bank ke sektor riil. Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga menyarankan, baiknya pemerintah mengkaji peraturan FFR secara hati-hati.
"Di luar negeri, bank bisa beli obligasi korporasi sudah menjadi hal biasa, sementara di Indonesia belum," kata Desmon. Di sisi lain bila kebijakan FFR diterapkan dikhawatirkan perbankan jadi lebih enggan untuk menyalurkan kreditnya ke sektor riil.
"Padahal bank memegang peran sebagai intermediasi yang menyalurkan dana dari masyarakat dalam bentuk kredit ke sektor riil," kata Desmon. Dia menambahkan, bank berkemungkinan lebih banyak memarkirkan dana masyarakat ke obligasi saat kondisi ekonomi sedang tidak sehat.
Artinya, sektor riil jadi tidak bisa berkembang dan bisa berimbas pada suku bunga kredit sulit untuk turun. "Investasi obligasi dihitung dari loan to deposit ratio (LDR), apakah LDR tinggi memang ditaruh pada sektor riil apa lebih dominan di sektor keuangan," kata Desmon.
Meski begitu Desmon memproyeksikan ke depan permintaan obligasi korporasi akan bertambah, begitupun suplai obligasi korporasi akan mengikuti. Hanya, Desmon mengatakan harus dipikirkan kembali apakah kelak peraturan ini akan mendorong bank menyalurkan dana lebih banyak ke sektor keuangan atau sektor riil. Selain itu, pemerintah juga baiknya menetapkan rating obligasi korporasi setara investment grade untuk portofolio bank.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News