kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Analis Asia Trade Point: Harga CPO masih sulit bangkit dari tren bearish


Jumat, 05 Juli 2019 / 19:50 WIB
Analis Asia Trade Point: Harga CPO masih sulit bangkit dari tren bearish


Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga crude palm oil (CPO) pada semester II diprediksi belum mampu untuk bangkit dari tren bearish. Harga CPO hingga akhir tahun berkisar pada RM 1.900 - RM 2.000 per ton.

Mengutip Bloomberg, harga CPO kontrak pengiriman September 2019 tercatat menurun 11,08% ke RM 1.951 di sepanjang semester I tahun ini. Sedangkan hingga Kamis (4/7) harga CPO berada di level RM 1.950 per ton.

"Terdapat dua sentimen negatif yang menyebabkan harga CPO turun. Keduanya ya sangat mempengaruhi para eksportir CPO," ujar Analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar kepada Kontan.co.id pada (5/7).

Deddy memaparkan, sentimen pertama ialah perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS). Kemudian, masih ada kampanye hitam CPO untuk pasar ke Eropa.

"China merupakan salah satu pengimpor terbesar CPO. Artinya dengan adanya perang dagang atau ketegangan lain di antara dua negara ini, bisa menghambat pertumbuhan ekonomi global," tambah Deddy.

Melihat dari sisi permintaan dan penawaran, Deddy menyatakan bahwa sepanjang tahun 2019 China lebih banyak mengimpor kacang kedelai. Sebab, kacang kedelai merupakan komoditas pakan ternak dan juga bisa digunakan untuk membuat minyak kedelai.

Meningginya kebutuhan pakan ternak di China menjadi salah satu penghambat bagi negara-negara eksportir CPO. Deddy juga menyatakan dampak dari kondisi tersebut sudah terasa dari tahun 2018 hingga sekarang.

Berdasarkan data Intertek, Deddy mencatat jumlah ekspor CPO Malaysia pada bulan Juni sebesar 1,34 juta ton atau jatuh 19,9% dibandingkan bulan Mei yaitu 2,44 juta ton. Perihal ekspor CPO Indonesia, Deddy masih mengacu pada data yang dirilis Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) bahwa ekspor Indonesia mencapai 2,78 juta ton pada Maret 2019.

Jika meninjau dari jumlah produksi CPO, Deddy mencatat bahwa Indonesia tetap berada di angka 43 juta ton, sedangkan Malaysia meningkat dari 28 juta ton menjadi 32 juta ton di akhir semester I 2019.

Lebih lanjut, ia menerangkan jika produksi di kedua negara terus meninggi, tetapi permintaan di pasar rendah, maka akan terjadi kelebihan stok alias over supply. Hal itu kemudian membuat harga CPO mengalami tekanan.

Berdasarkan pengamatan Deddy, selama bulan Ramadan kemarin harga CPO tidak mengalami kenaikan. Padahal menurutnya, tren selama mendekati bulan Ramadan adalah harga CPO yang cenderung mengalami kenaikan.

Menutup percakapan, Deddy menyatakan bahwa sulit di semester II ini untuk ada pergerakan naik. Kalaupun ada, perubahan akan terjadi karena faktor teknikal.

Selain itu, ia menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada katalis positif yang bisa mengubah tren bearish dari CPO "Jadi, saran saya ya kita lihat dan tunggu saja dampak negosiasi terakhir antara China dan AS," tutup Deddy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×