kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Analis: 2014, tahun berat bagi sektor properti


Kamis, 17 April 2014 / 16:02 WIB
Analis: 2014, tahun berat bagi sektor properti
ILUSTRASI. Kantor baru Sarimelati Kencana (PZZA) yang terintegrasi dengan gerai Pizza Hut.


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Bisa dipastikan, kinerja emiten properti sedang dalam fase bearish tahun ini. Hal ini bisa dilihat dari kinerja emiten properti sepanjang kuartal I tahun 2014.

Tengok kinerja kuartal I PT Modernland Realty Tbk (MDLN) yang baru memperoleh marketing sales Rp 476,5 miliar. Pencapaian ini baru sebesar 11,9% dari target marketing sales MDLN tahun ini sebesar Rp 4 triliun.

Lalu ada PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) yang membukukan marketing sales Rp 1,38 triliun. Angka ini memang naik 6% jika dibandingkan periode serupa tahun lalu. Tapi, pertumbuhan marketing sales APLN antara kuartal I 2013 dengan kuartal I 2012 pertumbuhannya mencapai 41%.

PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) juga mencatat penurunan marketing sales di kuartal I tahun ini menjadi Rp 1,76 triliun dari sebelumnya Rp 2,6 triliun.

PT Ciputra Development Tbk mencatat penurunan marketing sales sebesar 10% menjadi Rp 1 triliun. PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) bahkan mengalami penurunan marketing sales sekitar 38% menjadi Rp 800 miliar-Rp 900 miliar.

Penurunan marketing sales tersebut merupakan dampak lanjutan dari segala kondisi makro dan kebijakan ekonomi tahun sebelumnya. Tekanan pun masih akan terus berlanjut untuk tahun ini, namun bukan lagi berasal dari tingkat suku bunga.

Analis Pefindo Guntur Tri Hariyanto bilang, kenaikan BI rate sepanjang tahun lalu membuat kinerja emiten properti tertekan, dan dampaknya mulai terlihat tahun ini. Namun, bukan soal suku bunga lagi yang menjadi sentimen utama.

Pasalnya, andai ada kenaikan BI rate tahun ini, angkanya tidak akan melebihi 25 basis poin. Tekanan justru datang dari rendahnya kinerja ekspor akan menyebabkan neraca perdagangan menjadi negatif.

Hal ini akan memberikan resiko terhadap pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan memukul kinerja emiten properti. “Jadi, tahun ini tantangan yang akan dihadapi oleh sektor properti akan lebih berat,” tambah Guntur.

Thendra Crisnanda, analis BNI Securities sependapat. Dalam risetnya dia menjelaskan, BI rate yang ekspansif menjadi salah satu tekanan bagi kinerja emiten properti. Kebijakan LTV yang diberlakukan juga semakin menambah tekanan yang ada.

"Nah, tahun ini menjadi lebih berat karena ada pemilu. Momen-momen seperti ini volatilitas pasar sangat tinggi sehingga resikonya bagi emiten properti pun meningkat," jelas Thendra.

Oleh karena itu, Thendra menghimbau untuk lebih selektif dalam keputusan investasi di sektor properti tahun ini. PWON, LPKR, SMRA, dan CTRP bisa menjadi pertimbangan.

Soalnya, emiten-emiten tersebut memiliki track record yang baik serta memiliki pendapatan berulang yang dominan. "Rekomendasi kami untuk sektor properti adalah netral," pungkas Thendra.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×