Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja indeks sektor saham manufaktur telah tergerus 9,33% sejak awal tahun atau secara year-to-date (ytd). Kineja indeks ini lebih rendah bila dibandingkan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang secara ytd telah menguat 1,45%.
Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso menilai, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kinerja indeks sektoral ini terjegal, salah satunya adalah saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP).
Kedua saham ini turun akibat adanya penyesuaian bobot terhadap IHSG. Selain itu, lesunya penjualan kendaraan dalam negeri (khususnya roda empat) juga turut melemahkan kinerja indeks ini.
Analis NH Korindo Meilky Darmawan menilai, indeks sektor manufaktur masih memiliki prospek cerah. Pasalnya, emiten di sektor ini masih ada potensi membukukan pertumbuhan pendapatan pada 2020.
Baca Juga: IHSG rebound 0,55% ke level 6.284,37 di perdagangan Jumat (20/12), ini faktornya
Meilky menilai, salah satu penggerak sektor ini adalah subsektor consumer goods yang akan menopang kinerja indeks manufaktur pada 2020.
Salah satu angin segar yang dapat membangkitkan kinerja indeks ini adalah Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia.
“Kondisi tersebut juga masih bergantung pada sentimen dari angka PMI manufaktur Indonesia. Jika angka PMI manufaktur berhasil tumbuh maka indeks manufaktur bisa bangkit,” terang Meilky.
Asal tahu saja, angka PMI manufaktur Indonesia periode November berada di 48,2 atau membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di level 47,7.
Naiknya PMI domestik pada November 2019 setidaknya dapat menjadi katalis positif bagi sektor manufaktur.
Jika melihat kondisi global di 2020, akan terjadi penurunan konsumsi dan menurunnya purchasing power akibat kondisi ketidakpastian ekonomi global.
Meilky bilang, angka PMI manufaktur Indonesia masih berpotensi tumbuh namun dengan level yang rendah dan terbatas.
Oleh karena itu, Meilky merekomendasikan agar investor memilih saham emiten manufaktur yang spesifik bergerak di sektor staple atau kebutuhan pokok. Sebab, emiten ini memiliki kekuatan produk untuk kebutuhan sehari-hari.
Ia menilai saham UNVR dan ICBP masih layak untuk dicermati investor. Selain itu, dua emiten rokok seperti HMSP dan GGRM juga masih menarik dikoleksi meski ada terpaan sentimen kenaikan cukai rokok.
“Karena mereka (HMSP dan GGRM) berpotensi untuk menyeimbangkan pendapatan dengan menaikkan harga produk walaupun average selling price (ASP) emiten rokok tidak tumbuh sebesar tahun 2017 dan 2018,” lanjutnya.
Baca Juga: IHSG naik 0,69%, ada satu saham diborong asing hingga Rp 1,3 triliun
Sementara itu, Meilki merekomendasikan hold semua emiten semen dengan target harga Rp 14.300 per saham untuk SMGR dan Rp 21.000 per saham untuk INTP. Sebab, kondisi oversupply masih membayangi emiten semen.
Sementara itu, Aria menilai saham GGRM masih menarik untuk dikoleksi. Ia merekomendasikan buy GGRM dengan target Rp 63.500 per saham. Selain itu, ia merekomendasikan buy saham ASII dengan target Rp 7.200 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News