Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penguatan harga aluminium diprediksi masih berlanjut hingga awal semester II 2018. Potensi pengurangan pasokan akibat sanksi Amerika Serikat (AS) kepada Rusia, dan permintaan yang tinggi, diperkirakan mampu menjaga harga.
"Masih ada peluang penguatan selama kuartal II sampai awal semester II," ujar Andri Hardianto, analis PT Asia Tradepoint kepada Kontan.co.id, Senin (9/4).
Menurutnya, apabila sanksi pembekuan bisnis aluminium United Company Rusal Plc benar-benar diterapkan, maka itu akan mengganggu pasokan. Selama ini, perusahaan milik Oleg Depariska itu menyumbang 7% pasokan aluminium global. Rusia juga menjadi eksportir aluminium kedua terbesar setelah China.
Sementara, dari sisi permintaan, perkembangan sektor infrastruktur di Asia berpotensi menyerapkan pasokan aluminium asal China. Meski negeri Tirai Bambu itu sulit menembus pasar AS, tetapi permintaan dari negara lain masih cukup tinggi. Selain itu permintaan juga datang dari sektor otomotif yang terus meningkat.
"Saya pikir pekan ini aluminium masih berada dalam tren positif," prediksi Andri.
Secara teknikal, Andri melihat, mayoritas indikator memberi sinyal koreksi. Harga berada di bawah garis moving average (MA) 50, yang mengindikasikan pelemahan, tetapi telah berada di atas MA 100 dan MA 200 yang menunjukkan potensi penguatan. Namun sinyal koreksi masih diperlihatkan indikator relative strength index (RSI) berada di level 41,2, indikator stochastic di level 33,2 dan indikator moving average convegence divergence (MACD) di area negatif.
Dengan posisi indikator demikian, ia memperkirakan pada Selasa (10/4), harga aluminium bisa berada di kisaran US$ 2.020 - US$ 2.120 per metrik ton. Kemudian untuk sepekan berikutnya bisa bertengger di rentang US$ 2.000-US$ 2.170 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News