Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hiruk-pikuk perang dagang antara Amerika Serikat dan China memukul harga sejumlah komoditas logam industri seperti aluminium dan tembaga pada kuartal I 2018. Namun, harga kedua komoditas tersebut masih berpeluang melesat lantaran permintaan yang cukup tinggi.
Mengutip Bloomberg, harga aluminium kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) anjlok 11,64% ke level US$ 2.004,5 per metrik ton per kuartal pertama 2018. Di periode yang sama harga tembaga juga tumbang 7,35% ke level US$ 6.714 per metrik ton.
Direktur Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan, baik aluminium dan tembaga sama-sama mengalami tren penguatan di awal tahun ini. Namun, seiring dengan adanya sentimen kenaikan suku bunga acuan AS, harga kedua logam industri ini mulai bergerak fluktuaktif dengan kecenderungan melemah.
“Karena aluminium dan tembaga ini berbasis dollar AS, sentimen yang menguatkan mata uang tersebut kurang baik bagi komoditas ini,” katanya, Selasa (3/4).
Pamor aluminium dan tembaga kian meredup tatkala perang dagang terjadi. Hal ini lantaran perang dagang merugikan bagi negara-negara berkembang yang memproduksi komoditas tersebut. Tak heran apabila harga aluminium dan tembaga mengalami pelemahan.
Aluminium menjadi logam industri yang paling terdampak imbas perang dagang. Pasalnya, komoditas ini menjadi salah satu produk yang mendapat pembatasan tarif impor oleh AS.
Ibrahim melihat, di awal kuartal kedua tahun ini baik aluminium dan tembaga masih berada dalam tren pelemahan. Hal ini seiring adanya serangan balasan dari pemerintah China yang menetapkan tarif bea masuk 25% untuk sejumlah produk asal AS.
Ia bilang, selama kubu AS dan China mengeluarkan kebijakan yang tidak populer, harga komoditas apapun bisa tergerus dalam jangka panjang.
Hal tersebut cukup disayangkan mengingat secara fundamental harga aluminium dan tembaga sebenarnya masih berada di level yang wajar untuk saat ini. “Walau trennya melemah, selama harga aluminium tetap di level US$ 2.000 dan tembaga di level US$ 6.000, kedua komoditas ini masih prospektif,” papar Ibrahim.
Peluang terdongkraknya harga aluminium dan tembaga terbuka lebar sepanjang kuartal II, apabila sentimen perang dagang berakhir. Terlebih lagi, pemerintah AS telah mendapat persetujuan soal peningkatan anggaran infrastruktur dan militer yang ditaksir mencapai US$ 2,8 triliun. Hal ini membuat permintaan terhadap logam industri berpotensi meningkat.
Selain itu, sentimen juga hadir dari China. Walau data penjualan properti di negara ini terkoreksi, namun tidak akan berpengaruh secara jangka panjang terhadap harga aluminium dan tembaga. Kedua komoditas ini bakal mendapat katalis positif apabila data ekspor-impor China menunjukkan hasil yang memuaskan.
“Data ini penting karena berkaitan dengan posisi China sebagai pemain besar untuk komoditas tersebut,” tutur Ibrahim.
Ia memprediksi, harga aluminium akan berada di kisaran US$ 2.000-US$ 2.200 per metrik ton pada kuartal kedua tahun ini. Di saat yang sama, harga tembaga berada di rentang US$ 6.700-US$ 7.300 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News