Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga aluminium akan tertekan paling dalam di antara semua logam industri, setelah Amerika Serikat (AS) menerapkan tarif impor produk China. Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif impor sekitar US$ 60 miliar bagi produk China.
Andri Hardianto, analis PT Asia Tradepoint Futures mengatakan dari penetapan tarif impor AS kepada China tersebut, harga aluminium jadi yang paling tertekan dibanding nikel dan tembaga.
Harga aluminium berpotensi terkoreksi paling besar karena ekspor terbesar China ke AS berupa aluminium. Andri menyebut ekspor aluminium sebesar 17% dari total ekspor China ke AS. Sementara, porsi ekspor China ke AS untuk nikel hanya 2%. "Jadi pelaku pasar di China memperkirakan yang paling terkena dampak dari kebijakan ini adalah aluminium," paparnya, Jumat (23/3).
Namun, Andri memproyeksikan selama sepekan depan, harga logam industri masih akan terpengaruh oleh pelaku pasar yang fokus pada pergerakan dollar AS. Dengan kondisi seperti ini, Andri memproyeksikan minat investor untuk barang komoditas bepotensi melemah.
"Jangka pendek pelaku pasar masih lebih melihat pada pergerakan dollar AS ketimbang perubahan perdagangan internasional," kata Andri. Jika permintaan akan safe haven meningkat maka harga komoditas berpotensi semakin tertekan.
Sementara, sanksi AS terhadap China ini juga mempengaruhi pergerakan harga tembaga. Namun, potensi penurunan harga tembaga lebih rendah daripada aluminium, karena masih ada potensi defisit pasokan tembaga di pasar global. Sehingga, menurut Andri harga tembaga masih bisa terjaga.
Andri memproyeksikan harga aluminium pada Senin (26/3) berada di US$2.000-US$2.100 per metrik ton. Sedangkan, harga nikel diperkirakan bergerak di US$13.320-US$13.480 per metrik ton. Sementara, harga tembaga berada di US$6.620-US$6.700 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News