kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Alouisius Maseimilian, Direktur Gunung Raja Paksi yang berinvestasi saat pasar jatuh


Sabtu, 12 Oktober 2019 / 05:05 WIB
Alouisius Maseimilian, Direktur Gunung Raja Paksi yang berinvestasi saat pasar jatuh


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dunia finansial melekat pada Direktur Utama PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) Alouisius Maseimilian. Saat kuliah pria yang akrab disapa Louis ini pun memilih jurusan akuntansi, yang akhirnya membawa karirnya pada dunia finansial. Pekerjaan pertamanya adalah Finance Controller Butler Service Group U.K Ltd untuk Asia Pasifik.

Pada tahun 2000, Louis menjadi Direktur Keuangan PT Sanbe Farma. Dari sinilah, muncul ketertarikannya pada investasi saham. “Kebetulan saat itu pemilik ingin initial public offering (IPO). Di situ saya mempelajari apa itu IPO, apa itu capital market,” jelas Louis saat ditemui di kantornya di kawasan Cibitung, Bekasi, Rabu (9/10).

Louis mengenang, pada tahun tersebut dia mempelajari dunia saham secara otodidak. Informasi pada masa itu tak mengalir deras seperti sekarang. Akhirnya, dia mengikuti program Chartered Finacial Analyst (CFA) untuk mendalami bursa.

Dengan keterbatasan informasi digital pada saat itu, Louis rela merogoh kantongnya untuk membeli buku penunjang langsung dari Amerika Serikat. Hingga saat ini pun, buku-buku tersebut masih dia simpan di perpustakaan mini di rumahnya. “Saya ambil CFA dengan kemauan sendiri dan modal sendiri. Saat ini saya sudah lulus level satu dan dua. Level tiga unfortunately belum selesai karena keterbatasan waktu,” ujar Louis.

Baca Juga: Gunung Raja Paksi (GGRP) mengevaluasi target kinerja tahun 2019

Lantas pada tahun 2001, berbekal ilmu yang didalami, Louis akhirnya memasukkan dananya di saham. Saat itu, dia mengategorikan sahamnya menjadi dua yaitu saham untuk one day trading dan saham untuk jangka panjang. Saham yang dipilihnya untuk jangka panjang adalah saham milik emiten dengan kapitalisasi besar alias blue chips PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM). “Pada saat itu TLKM masih sekitar Rp 2.000,” imbuh dia.

Sejatinya, pada 2001 silam, kondisi Indonesia sedang tidak stabil. Indonesia baru mulai mentas dari krisis ekonomi yang dimulai 1998.

Pada 2001, Presiden RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur lengser. Kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga merosot dari sekitar 500 pada masa pemerintahan Gus Dur, menjadi di bawah 400 saat dia lengser dan berganti kepemimpinan menjadi Megawati.

“Waktu itu goncangan saham kencang. Capital market Indonesia banyak ditinggalkan pemain asing dan lokal juga. Tapi di situ saya punya keyakinan Indonesia tidak akan berada di situ terus. Di saat itu saya masuk,” tuturnya.




TERBARU

[X]
×