Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memperbarui rekor tertinggi sepanjang masa atau all time high. Pada perdagangan Selasa (23/1), indeks ditutup menguat 2,07% dan bertengger pada level 6.635,33.
Pada perdagangan Selasa, terjadi net buy asing di semua pasar sebesar Rp 573,64 miliar. Sedangkan dalam sebulan terakhir, tercatat net buy asing sebesar Rp 4,04 triliun. Secara year to date (ytd), asing tercatat net buy sebesar Rp 4,36 triliun.
Di tengah hingar bingar kenaikan indeks, IHSG sejatinya sudah cukup mahal. Setidaknya, price to earning (PE) ratio IHSG saat ini sudah di atas 20 kali. Pasar juga tengah menantikan adanya koreksi sehat pada indeks. Sejumlah analis sebelumnya memperkirakan akan terjadi profit taking.
Muhammad Nafan Aji, analis Binaartha Parama Sekuritas menyatakan, tim riset Binaartha belum merevisi target IHSG akhir tahun. Level yang dipatok masih pada 7.033. Dia melihat, outlook ekonomi Indonesia masih cukup optimistis pada tahun ini.
"Sebaiknya cermati, sektor-sektor yang berpotensi akan menopang pertumbuhan indeks tahun ini," kata Nafan, Selasa (23/1).
Sektor-sektor tersebut diantaranya infrastruktur, konstruksi, keuangan, pertambangan, maupun consumers good. Selain melihat kinerja sektoral, perlu juga memperhatikan aspek fundamental saham tersebut. Nafan menilai, saham dengan PER yang masih berada di bawah 15 kali, masih menarik di koleksi.
Ada beberapa emiten yang masuk dalam klasifikasi itu. Nafan menyebutkan seperti LSIP, AALI, SSIA, PTPP, KBLI, BJTM, BNGA, TPIA, HRUM, SRIL, BRPT, TINS, JPFA, ADRO, dan ITMG. "Jika saham-saham tertentu sudah bullish trend sebaiknya hold. Namun, jika mulai berada pada fase akumulasi, bisa beli," sarannya.
Sementara, Taye Shim, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas menyatakan, IHSG saat ini sedang berada pada sweet spot. Ada beberapa hal yang mempengaruhi pergerakan indeks saat ini. Diantaranya pertumbuhan ekonomi global yang menguat. Hal tersebut juga mendorong kenaikan harga komoditas.
Atas stimulasi tersebut, diharapkan bisa mengerek kembali angka inflasi, sehingga daya beli yang ada pada masyarakat bisa bertumbuh. Sentimen ini, diharapkan bisa membawa kembali investor asing untuk masuk. "Konsumsi seperti kebutuhan pokok dan diskresioner serta komoditas cenderung menjadi penerima keuntungan atas siklus ini," kata Taye, Selasa (23/1).
Terkait dengan revisi target IHSG 2018, Taye tak ingin terburu-buru. Pihaknya masih akan menunggu hasil laporan keuangan emiten tahun 2017. Untuk kemudian, dilakukan penyesuaian terhadap target IHSG oleh Mirae Asset Sekuritas. "Namun, jika kami merevisi, kami melihat peluang lebih tinggi untuk revisi naik, daripada revisi ke bawah," imbuhnya.
Yosua Zisokhi, Senior Analyst Henan Putihrai Sekuritas menyatakan, saat ini pihaknya juga tengah proses diskusi internal tentang perubahan target IHSG. Namun, belum bisa dibocorkan berapa revisi target. Sebelumnya, pihaknya menetapkan target akhir tahun di level 6.750.
"Soalnya ada ketidaktentuan tentang geopolitik pilkada dan pemilu mulai tengah tahun nanti," ujar Yosua, Selasa (23/1).
Sentimen dari dalam negeri itu menjadi sorotan. Dia menyatakan, saat ini peluang kenaikan masih ada. Sebab, indeks masih di atas penutupan hari Selasa. Yosua menambahkan, tahun 2018 masih cukup panjang. Selain itu juga masih harus menunggu rilis laporan keuangan emiten, di mana akan berlangsung sebentar lagi hingga Maret mendatang. "Lebih wise bagi yang sudah memiliki posisi untuk melakukan profit taking dulu," katanya.
Sedangkan, Wijen Ponthus, analis Royal Investium Sekuritas Indonesia melihat IHSG untuk satu tahun ke depan masih bearish. Dia menilai, ke depan indeks berpotensi koreksi. "Untuk midterm masih 6.000, shortterm mestinya koreksi dulu ke 6.400 - 6.450," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News