kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.160   40,00   0,25%
  • IDX 7.067   83,03   1,19%
  • KOMPAS100 1.055   14,71   1,41%
  • LQ45 830   12,49   1,53%
  • ISSI 214   1,68   0,79%
  • IDX30 423   6,66   1,60%
  • IDXHIDIV20 509   7,46   1,49%
  • IDX80 120   1,71   1,44%
  • IDXV30 125   0,64   0,52%
  • IDXQ30 141   1,91   1,38%

Aliran devisa besar kunci menghadapi gejolak pasar


Kamis, 21 Juni 2018 / 10:00 WIB
Aliran devisa besar kunci menghadapi gejolak pasar
ILUSTRASI. NILAI TUKAR RUPIAH


Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri, Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan perekonomian ke depan semakin berat. Indonesia menghadapi ancaman capital outflow yang masif dan berpotensi makin melemahkan posisi rupiah.

Dari pasar saham, sejak awal tahun hingga kemarin (ytd), investor asing sudah mencatatkan penjualan bersih (net sell) senilai Rp 45 triliun di Bursa Efek Indonesia. Di periode yang sama, rupiah menyusut hampir 4%.

Ancaman penurunan rupiah makin besar pasca The Fed menaikkan suku bunga jadi 1,75%-2%. Plus, ada sentimen negatif perang dagang. Di dua hari perdagangan pasca libur lebaran saja, asing sudah mencetak net sell Rp 4,49 triliun di bursa saham.

Selama ini,  kekuatan rupiah nyaris hanya hanya mengandalkan intervensi Bank Indonesia (BI). Persoalannya, biaya intervensi pasar keuangan  itu mahal. Jangan lupa, Mei lalu cadangan devisa Indonesia turun menjadi US$ 122,91 miliar dari US$ 124,86 miliar di bulan sebelumnya.

Nah, ada cara yang lebih cepat untuk menarik devisa,  sekaligus menghemat cadangan devisa dan pada gilirannya menguatkan rupiah. Salah satunya adalah segera menghilangkan hambatan rencana investasi baru maupun komitmen investasi lama, termasuk foreign direct investment atau FDI (Baca Harian KONTAN, Kamis 21 Juni 2018).

Sebagai contoh, Freeport Indonesia sempat menjanjikan investasi sekitar US$ 20 miliar untuk proyek tambang  bawah tanah di Papua. Tapi, rencana itu terhambat lantaran disibukkan oleh urusan divestasi 51% saham Freeport.

Begitu pula agenda investasi super jumbo proyek migas perusahaan minyak raksasa dunia. Entah itu pengembangan proyek migas laut dalam milik Chevron, hingga agenda investasi Blok Masela.

Sayang, proyek investasi bernilai puluhan miliar dollar itu tersendat akibat regulasi pemerintah yang tak jelas, maupun urusan politis. Padahal jika semuanya terealisasi,   niscaya aliran devisa tidak jadi soal lagi. Modal ini penting untuk menopang rupiah dan fundamental makroekonomi Indonesia, di tengah fluktuasi pasar keuangan.

Kepala Ekonom Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean mengungkapkan, tak ada cara instan untuk mempercepat penguatan rupiah. Termasuk dengan menarik potensi dana investasi asing. "Kalau perjanjiannya belum deal, bagaimana bisa ditarik lebih dulu investasinya? Apa perjanjian bisa langsung beres? Enggak bisa," kata dia, kemarin.

Adrian menilai, menarik dollar AS di BUMN untuk menghimpun cadangan devisa secara cepat sulit dilakukan karena BUMN juga membutuhkan dollar AS. "Memacu ekspor paling tepat, tapi ini juga bukan jaminan bisa cepat dilakukan," kata Adrian kepada Kontan.co.id, kemarin.

Pengamat pasar valuta Farial Anwar mengungkapkan, butuh strategi jangka panjang dan jangka pendek untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Menurut dia, devisa Indonesia saat ini sudah bergerak cukup liar, sehingga perlu ada pengendalian devisa atau holding period. "Net sell bulan ini saja sudah sampai triliunan. Butuh strategi untuk membuat Indonesia menjadi sumber ekonomi yang menarik bagi investasi," kata dia kepada Kontan.co.id, kemarin.

Jika pemerintah berkomitmen menerapkan holding period, sumber devisa negara bisa tumbuh lagi. "Dana yang masuk tak mudah keluar dan pergi. Pemerintah bisa mengantisipasi dan menghitung potensi capital outflow ke depan," ungkap Farial.

Kebijakan holding period juga bisa diterapkan pada transaksi di pasar saham maupun obligasi. Seperti halnya eksportir yang menyimpan devisa hasil ekspor di perbankan Tanah Air. "Itu bisa diterapkan sekarang sebelum terlambat. Jangan sampai rupiah dibiarkan terombang ambing sampai level Rp 15.000 per dolar AS," ujar Farial.

Direktur dan Kepala Makroekonomi Bahana TCW Management Budi Hikmat menambahkan, untuk mempertahankan stabilitas makro, pemerintah perlu meredam risiko currency,  termasuk memperbaiki peringkat utang.  BI juga bisa menaikkan lagi bunga acuan. "Ini salah satu cara intervensi BI, apalagi cadangan devisa kita sudah banyak keluar," kata Budi.

Kepala Riset BNI Sekuritas Norico Gaman berpendapat, kepastian hukum bisa mendatangkan FDI dalam jangka panjang. "Kemudian, kemudahan izin sehingga memperlancar rencana investasi dan tidak memerlukan waktu yang lama," tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×