Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Adanya penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) alias private placement dengan harga pelaksanaan di bawah harga pasar menuai kritik dari investor retail. Hasan Zein Mahmud, investor retail yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 1991-1996 menilai, praktik semacam ini menunjukkan absennya keadilan di pasar modal Indonesia.
Hasan menuturkan, harga pasar adalah konsensus dari seluruh pihak yang memiliki saham tersebut sehingga portofolio dan kekayaan setiap orang dapat diukur berdasarkan harga saham. Nah, dengan masuknya pihak-pihak tertentu dengan harga pembelian di bawah harga pasar, maka hal ini akan merugikan investor retail.
"Harga saham tersebut pasti akan terseret ke bawah karena saham yang beredar bertambah sementara nilai kekayaan perusahaan justru menurun," kata Hasan saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (6/4). Ia mengibaratkan, praktik tersebut sama saja dengan merampok dari investor retail publik dan memasukkannya dalam rantai orang-orang kaya yang mengambil bagian kepemilikan dalam private placement tersebut.
Baca Juga: Bakrie & Brothers (BNBR) sukses gelar private placement
Menurut Hasan, emiten yang baru-baru ini melaksanakan private placement di bawah harga pasar adalah PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK). Emiten yang bergerak di bisnis media ini menerbitkan 4,76 miliar saham baru dengan harga Rp 1.954 sehingga mengantongi dana segar Rp 9,3 triliun.
Padahal, harga EMTK selama sebulan ke belakang saja selalu ditutup di atas Rp 2.100 per saham bahkan pernah mencapai level Rp 2.490 per saham. Selain EMTK, Hasan juga mencatat, PT Global Mediacomm Tbk (BMTR), PT Japfa Tbk (JPFA), dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) pernah melaksanakan private placement di bawah harga pasar.
Ia menegaskan, pelaksanaan private placement di bawah harga pasar oleh emiten-emiten tersebut tidak ada kaitannya dengan posisi pribadinya, sebab ia tidak mempunyai saham-saham tersebut. Namun, kata dia, hal ini dapat merugikan investor publik retail, terutama yang belum terlalu paham berinvestasi di saham sehingga hal ini menodai rasa keadilan di pasar modal Indonesia.
"Pembiaran terhadap praktek semacam itu, di mata saya, membuat otoritas dan Self Regulatory Organization (SRO) nampak tak lebih dari penjaga bisu dan wasit-wasit boneka," ungkap Hasan. Ia berharap, otoritas terkait dapat merasakan ketidakadilan dari adanya pelaksanaan private placement dengan harga pelaksanaan di bawah harga pasar ini.
Menurut dia, harga pelaksanaan private placement setidaknya harus sama dengan harga saham pasar. Ia membandingkan dengan pelaksanaan penawaran wajib (tender offer) yang bahkan harus dilakukan di atas harga pasar.
Selanjutnya: Private placement, Elang Mahkota Teknologi (EMTK) kedatangan investor baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News