Reporter: Abdul Wahid Fauzi | Editor: Test Test
JAKARTA. Rencana PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) meningkatkan kepemilikan sahamnya oleh publik, nampaknya urung terlaksana tahun ini. Pasalnya, keduanya belum mendapatkan persetujuan dari Komite Privatisasi yang diketuai Menteri Keuangan.
Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu mengaku, hingga kini belum ada surat persetujuan dari komite privatisasi terkait aksi korporasi kedua bank pelat merah itu. "Belum ada, yang ada hanya Garuda dan Krakatau Steel," katanya, kemarin (12/2).
Kondisi ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2005 tentang tata cara privatisasi Perusahaan Perseroan. PP itu menyebutkan, rencana penjualan saham atas ketentuan pasar modal, secara langsung kepada investor, serta penjualan saham kepada manajemen dan atau karyawan, bisa terjadi jika mendapat rekomendasi selambat-lambatnya akhir bulan pertama tahun anggaran. Artinya, rencana BMRI dan BBNI seharusnya sudah disetujui Komite 31 Januari lalu.
Walhasil, rencana BMRI meningkatkan saham publiknya menjadi 40% dengan melepas 6,8% saham milik pemerintah terganjal. Begitu halnya dengan niat BBNI menawarkan saham baru (rights issue) demi memperkuat modal kerja jadi terkendala.
Padahal, sebelumnya BMRI menargetkan aksi ini terlaksana paling cepat kuartal II-2010. "Saya tidak mau berkomentar," tegas Sukoriyanto Saputro, Sekretaris Perusahaan BMRI saat dikonfirmasi mengenai berita ini.
Intan Abdans Katoppo, Sekretaris Perusahaan BBNI menegaskan aksi BBNI masih dalam wacana. "Saya belum bisa kasih komentar, soalnya skemanya juga belum ditentukan," katanya.
Hendri Pranoto, Analis AAA Securities bilang, penundaan ini tidak berdampak banyak bagi kinerja kedua bank itu. "Karena, skemanya juga belum jelas," imbuhnya. Hendri memberi target harga saham BMRI Rp 5.800 dan BBNI Rp 1.663 per saham dengan rekomendasi beli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News