Reporter: Yuwono Triatmodjo, Amailia Putri Hasniawati, Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tahun 2013 sepertinya menjadi milik Grup Lippo untuk melancarkan serangkaian langkah kuda di bursa saham. Kini giliran PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) yang mencoba menjalankan biduknya.
Cerita bermula ketika MPPA merilis materi paparan publik yang akan diselenggarakan 24 April 2013, dalam situs Bursa Efek Indonesia, Jumat (19/4). MPPA mengaku telah mendapat restu dari rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) terhadap rencana penghapusan atas treasury stock sebanyak 198,58 juta saham. Bila dihitung, jumlah itu kini setara 3,56% dari total saham ditempatkan dan disetor MPPA sebanyak 5,57 miliar saham.
Menariknya, treasury stock MPPA itu diperoleh lewat aksi buy back (pembelian kembali) sahamnya dari publik selama 2002 -- 2003 silam. Dalam laporan keuangan MPPA 2012 disebutkan, buy back yang dimulai per 8 Januari 2002 hingga 9 Juli 2003 itu memiliki kuota maksimum 270.599.400 saham atau setara 10% dari jumlah saham yang ditempatkan dan disetor penuh.
Hingga akhir periode buy back, MPPA membeli 198.584.000 saham atau setara 73,39% dari total saham yang dicatatkan kala itu. Aksi ini merogoh kocek MPPA hingga Rp 123,24 miliar.
Setelah 10 tahun mengendap, baru kini MPPA memutuskan nasib saham buy back itu. Jika merujuk UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perusahaan hanya boleh mendekap saham hasil pembelian kembali paling lama 3 tahun. Perusahaan harus memutuskan, apakah akan menjual kembali saham atau menariknya, sehingga akan mengurangi modal. UU Perseroan Terbatas sebelumnya, tahun 1995, tak mengatur batas waktu itu.
Mengerek EPS
Presiden Direktur MPPA Bunjamin J. Mailool tak merespon panggilan dan pesan singkat KONTAN. Demikian juga dengan Direktur Komunikasi Perusahaan MPPA Danny Konjongian tak merespon konfirmasi KONTAN.
Sementara Yanuar Rizky, pengamat pasar modal saat dimintai pendapatnya menilai aneh langkah MPPA tersebut. "Ini (saham buy back) adalah alat likuiditas yang bisa diperjualbelikan. Aneh membuang peluru saat tren bursa sedang bullish seperti ini," terang Yanuar, Minggu (21/4)
Masuk akal jika penghapusan treasury stock dari hasil buy back dilakukan saat bursa sedang bearish. Karena bila emiten melepas kembali saham buy back di masa bearish, kemungkinan harga perolehannya justru lebih rendah dari nilai pembelian awal. Hal ini justru akan membebani kinerja perusahaan.
Yanuar menduga, aksi ini sengaja dilakukan agar laba bersih per saham (EPS) MPPA menjadi lebih besar. Karena saham yang ditempatkan dan disetor jumlahnya kian menyusut.
Ujung-ujungnya, rasio harga terhadap laba bersih per saham (PER) MPPA menjadi lebih menarik. "Bukan tidak mungkin ini untuk men-service Temasek yang kini ikut jadi pemodal di MPPA," ujar Yanuar.
Seperti sudah diketahui, Temasek lewat anak usahanya, Anderson Investment Pte Ltd, sepakat membeli 26,1% saham MPPA milik publik yang difasilitasi oleh PT Multipolar Tbk (MLPL), induk MPPA seharga Rp 2.050 per saham.
Senada, Fadli analis dari Net Sekuritas juga melihat skenario itu. "Ini upaya agar harga MPPA senilai Rp 2.050 terlihat wajar dan murah," ujar Fadli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News