kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Akankah perang mata uang terjadi?


Rabu, 07 September 2011 / 12:46 WIB
Akankah perang mata uang terjadi?
ILUSTRASI. Presiden Rusia Vladimir Putin saat menyampaikan?pidato di acara peringatan Hari Angkatan Laut di St.Petersburg, Minggu, 26 Juli 2020.


Reporter: Edy Can, Bloomberg, Reuters | Editor: Edy Can


ZURICH. Genderang perang mata uang (currency war) sepertinya mulai ditabuh setelah bank sentral Swiss mematok nilai tukar mata uangnya untuk pertama kali sejak 1978. Negara-negara seperti Jepang, Swedia dan Norwegia kini kebakaran jenggot akibat keputusan Swiss National Bank tersebut.

Kemarin (6/9), Swiss National Bank telah menetapkan batas minimum nilai tukar franc terhadap euro sebesar 1,20 franc untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi negerinya. Bank sentral Swiss ini juga siap memborong mata uang asing dengan dana tak terbatas untuk mengontrol penguatan franc.

Franc memang telah menguat tajam seiring investor memburunya sebagai safe haven. Nilai tukar franc telah menguat sebesar 8,4% terhadap euro pada pukul 17.15 waktu London menjadi sebesar 1,203 per euro. Penguatan ini merupakan yang terbesar sejak Uni Eropa memberlakukan mata uang tunggal.

Analis menilai, keputusan Swiss National Bank ini akan mendorong investor memburu mata uang lainnya yang lebih menguntungkan. Salah satunya adalah yen. Yen merupakan mata uang save haven kedua setelah franc. "Jadi sangat mungkin yen akan menarik para pembeli untuk menghindari risiko," kata ekonom Meiji Yasuda Life Insurance Yuichi Kodama.

Bila ini terjadi, perekonomian Jepang bakal sedikit lagi ke jurang resesi. Sebab, selama ini penguatan yen telah menggerus nilai ekspor Jepang. Penguatan yen itu membuat ekspor Jepang tidak kompetitif bila dibandingkan China, Korea Selatan dan negara lainnya.

Menteri Keuangan Jepang Jun Azumi telah mengingatkan, keputusan bank sentral Swiss itu akan membahayakan nilai tukar yen. Dia membawa masalah ini dalam pertemuan G-7 pada 9-10 September mendatang di Marseille, Prancis

Karena itu, petinggi Bank of Japan (BOJ) segera menggelar rapat pasca kebijakan Swiss National Bank itu. Selama ini BOJ telah berusaha menahan penguatan yen dengan melakukan intervensi ke pasar. Catatan saja, BOJ telah menggelontorkan dana sebesar US$ 58 miliar untuk menjaga nilai tukar yen. Dana moneter ini merupakan yang terbesar sejak 2004 silam.

Kepala ekonom NLI Research Institute Koichi Haji memperkirakan, BOJ akan bertindak bersama pemerintah Jepang untuk mengintervensi penguatan yen. "Karena selama ini tindakan yang dilakukan BOJ sendirian tidak berefek pada pasar dan ekonomi Jepang," katanya.

Bila Jepang juga mengikuti langkah Swiss, analis memperkirakan, posisi Norwegia dan Swedia bakal menjadi rentan. Foreign Exchange Strategist UBS AG Geoffrey Yu mengatakan, investor akan menyerbu mata uang Swedia dan Norwegia sebagai alternatif investasi.

Dia memperkirakan, pemerintah Norwegia dan Swedia tentu tidak akan tinggal diam. Namun, "Seberapa lama ekonomi lokal toleransi terhadap penguatan mata uangnya," tanyanya.

Berdasarkan indeks korelasi Bloomberg, Krone telah menguat 4,5% terhadap sembilan mata uang pasangannya. Pemerintah Norwegia sendiri telah memberi sinyal akan membendung penguatan mata uangnya yang bisa menggerus nilai ekspor dan tampaknya perang mata uang ronde kedua bakal terjadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×