Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP) dinilai masih akan lesu pada akhir tahun 2025 dan awal tahun 2026.
Direktur Utama ADCP, Achmad Wachid Abdullah mengatakan, perseroan belum membukukan penambahan serah terima baru hingga September 2025.
Hal itu pun membuat pendapatan anjlok dan ADCP menderita rugi sepanjang periode Januari–September 2025. Rugi tahun berjalan ADCP tercatat Rp 4,85 miliar pada kuartal III 2025, berbalik dari laba tahun berjalan Rp 30,25 miliar pada periode sama tahun lalu.
Pendapatan perseroan tercatat turun 40,92% secara tahunan (year on year/YoY) dari Rp 280,22 miliar menjadi Rp 165,54 miliar per September 2025.
“Penurunan diakibatkan sampai kuartal III 2025 belum ada penambahan serah terima baru kepada konsumen, sehingga perusahaan masih belum bisa mencatatkan pendapatan baru sesuai dengan PSAK 72,” katanya dalam Paparan Publik ADCP, Jumat (21/11/2025).
Baca Juga: Adhi Commuter Properti (ADCP) Bayar Pinjaman Rp 74,59 Miliar ke Adhi Karya (ADHI)
Kondisi makroekonomi juga memperberat kinerja anak usaha PT Adhi Karya Tbk (ADHI) ini. Terutama dari lemahnya daya beli konsumen, sehingga menyebabkan unit ready stock masih belum terjual sesuai target.
“Tingkat pengangguran juga masih berada di kisaran 4,85% atau sekitar 7,46 juta orang, yang menunjukkan perlunya stimulus lanjutan untuk memperkuat daya beli masyarakat,” katanya.
Dari sisi neraca keuangan, tantangan ADCP juga tak kalah berat sepanjang 2025. Pada awal tahun ini, ADCP telah menggelar rapat umum pemegang obligasi (RUPO) untuk memperpanjang salah satu surat utangnya, yaitu Obligasi II Adhi Commuter Properti Tahun 2022 Seri B.
RUPO itu menyetujui jatuh tempo surat utang senilai Rp 102 miliar tersebut mundur ke 24 Mei 2027, dari sebelumnya tanggal 24 Mei 2025.
Kupon obligasi itu tetap dipertahankan di level 11% per tahun, sehingga tidak ada penurunan imbal hasil selama masa perpanjangan. Selain itu, perusahaan juga akan memberikan consent fee sebesar 0,1% dari nilai obligasi, yang akan dibayarkan pada kuartal pertama setelah perpanjangan berlaku.
Namun, ADCP kemudian kembali menjadwalkan RUPO untuk surat utang ini pada 12 Desember 2025. Agendanya adalah penghapusan kewajiban pembayaran penyimpanan uang tunai sebesar satu kali bunga obligasi, sehubungan dengan penurunan rating surat utang tersebut dari idBBB menjadi idBBB-.
“Langkah ini memberikan ruang tambah bagi perusahaan untuk menata arus kas sekaligus memastikan pemenuhan kewajiban kepada pemegang obligasi secara terukur,” paparnya.
Baca Juga: Pefindo Tegaskan Peringkat idBBB- Adhi Commuter Properti (ADCP), Prospek Negatif
ADCP juga berencana melakukan kesepakatan dengan sejumlah lembaga keuangan untuk reprofiling alias penataan profil utang. Dengan Bank Tabungan Negara (BTN), ada kesepakatan perpanjangan empat tahun dan penurunan rate 0,25%.
Lalu, dengan BJB ada perpanjangan tempo satu tahun dengan coverage 100% dan spread 0,8%. Serta dengan IIF ada perpanjangan lima tahun dan bunga 10% dengan divert payment 2%.
“Kami juga fokus memperbaiki program penagihan agar bisa mempercepat konversi utang menjadi kas. Terakhir, kami melakukan selective investment project untuk menjaga kesehatan likuiditas,” tuturnya.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengungkapkan, kinerja ADCP yang tertekan sepanjang tahun memang disebabkan lemahnya permintaan aset properti hunian.
Sebab, penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) sebanyak empat kali sepanjang tahun ini ke level 4,75% nyatanya tak membuat konsumsi masyarakat menguat dan permintaan aset mewah seperti properti meningkat.
Level BI Rate di 4,75% saat ini juga dinilai masih relatif tinggi. “Ada spread antara inflasi dengan BI Rate yang memang masih terlampau jauh. Walaupun, inflasi juga mulai naik saat ini menjelang libur Natal dan Tahun Baru,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (21/11/2025). Sebagai catatan, inflasi tercatat di level 2,85% per Oktober 2025.
Di sisi lain, persetujuan yang didapatkan ADCP lewat RUPO di awal tahun 2025 untuk memperpanjang jatuh tempo pembayaran pokok hingga 2027 sebenarnya dilihat bisa membuat perusahaan punya napas lebih panjang dalam memperbaiki kinerjanya.
“Namun, penurunan rating itu membuat investor akan bersikap lebih hati-hati. Rating idBBB risikonya saja sudah tinggi,” tuturnya.
Baca Juga: IHSG Turun 0,07% ke 8.414, TLKM, ISAT dan BUMI Top Losers LQ45, Jumat (21/11)
Prospek dan Rekomendasi
Untuk memperbaiki kinerja operasional, ADCP pun memasang beberapa strategi di tahun 2026.
Achmad mengatakan, pihaknya akan fokus menjual aset hunian ready stock di LRT City Bekasi EG dan LRT City Sentul. Kedua, memaksimalkan pendapatan berulang (recurring income) dari aset sewa dan hotel.
Terakhir, melakukan optimalisasi lahan idle. ADCP mencatat, setidaknya ada arus kas masuk sebesar Rp 11,1 miliar per Oktober 2025 dari optimalisasi lahan idle.
“Inisiatif ini menjadi salah satu langkah cepat meningkatkan likuiditas perusahaan melalui pemanfaatan aset yang sebelumnya belum produktif,” kata Achmad.
Nafan bilang, ada kemungkinan BI akan menahan suku bunga di level tinggi hingga tahun 2026. Jika terjadi penurunan, kemungkinan hanya akan dua kali pemangkasan di tahun depan.
“Targetnya masih di atas 4%, jadi masih tinggi. Ini yang membuat sektor properti masih relatif underwhelming,” tuturnya.
Di sisi lain, masih ada stimulus dari pemerintah yang berasal dari perpanjangan insentif PPN DTP untuk aset hunian di bawah Rp 5 miliar hingga tahun 2026.
“Pemerintah juga harus memberikan stimulus lain untuk mendongkrak golongan kelas menengah, mengingat konsumsi domestik juga masih meliputi 40% konsumsi nasional,” tuturnya.
Selain itu, pergerakan saham ADCP juga masih cenderung stagnan, meskipun masih di atas Rp 50 per saham.
Sejak awal tahun, saham ADCP naik 10% year to date (YTD). Price to earning ratio (PER) ada di level -188,89x dan rasio price to book value (PBV) 0,47x.
Nafan pun merekomendasikan hold untuk ADCP dengan target harga Rp 60 per saham.
Praktisi Pasar Modal sekaligus Founder WH-Project, William Hartanto melihat, saham ADCP memiliki potensi penguatan dengan level support di Rp 53 per saham dan estimasi target harga di Rp 60 per saham. William pun merekomendasikan buy on weakness untuk ADCP.
Selanjutnya: Rupiah Menguat Jelang Akhir Pekan, Stabil di Atas Level Rp 16.700 Per Dolar AS
Menarik Dibaca: 6 Alasan Minum Air Putih Menurunkan Gula Darah Tinggi secara Alami
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













