Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor batu bara Australia ke China nampaknya terancam setelah pihak bea cukai di pelabuhan utara China mulai melaraang impor batu bara dari Negeri Kangguru itu. Kondisi ini bisa jadi peluang menguntungkan bagi perusahaan tambang batubara semacam PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
Dilansir dari Reuters pada Kamis (21/2) larangan itu sudah berlaku mulai awal Februari 2019 tanpa ada batas waktu. Diketahui pelarangan tersebut dilakukan di lima pelabuhan di wilayah utara China, yakni Dalian, Bayuquan, Panjin, Dandong, dan Beiliang.
Pelarangan itu dilakukan di tengah-tengah masa tunggu batu bara Australia selama 40 hari agar bisa kembali masuk ke pelabuhan-pelabuhan utama di China.
Apa yang terjadi di China ini tentunya menjadi peluang emas bagi perusahaan tambang batubara di Tanah Air. Mereka bisa mengisi pasar di China yang selama ini dikuasai oleh Australia, tak terkecuali bagi ADRO.
Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan pihaknya masih akan melihat kondisi terlebih dahulu sebelum menggenjot ekspor ke Negeri Tirai Bambu itu.
"Jika kondisi tersebut terus berlanjut, maka batubara Indonesia akan diminati oleh pasar disana dan akan mendorong harga batubara Indonesia ke negara lainnya juga,“ kata dia kepada Kontan.co.id Kamis (21/2).
Lebih lanjut wanita yang akrab disapa Ira ini menjelaskan bahwa porsi penjualan ekspor terbesar batubara yang diproduksi oleh Adaro Energy masih dipegang oleh kawasan Asia Tenggara sebesar 40%. Kemudian Asia Timur sebesar 30%, India 14%, China 11%, dan sisanya sebesar 5% oleh negara lain dalam jumlah kecil.
Di tahun 2019 sendiri, Adaro Eenergy membidik produksi batubara mencapai 54 metrik ton sampai 56 metrik ton. Selain itu, earning before interest and tax (EBITDA) dipatok sebesar US$ 1 miliar sampai US$ 1,2 miliar.
Untuk menembus target tersebut, perusahaan menyiapkan belanja modal hingga US$ 450 juta sampai US$ 600 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News