Reporter: Benedicta Prima | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun lalu, pasar properti masih lesu lantaran kondisi ekonomi dan adanya pesta demokrasi. Sepertinya kelesuan tersebut masih berlanjut di tahun ini.
Analis MNC Sekuritas Catherina Vincentia mengatakan, kelesuan pasar properti ada kaitannya dengan wabah Covid-19 saat ini. Penyebaran Covid-19 saat ini membuat adanya risiko pertumbuhan ekonomi global yang hanya tumbuh 2,5% secara tahunan (yoy), atau lebih rendah dari estimasi sebelumnya di level 2,7%. Proyeksi tersebut tentunya akan berdampak pada daya beli masyarakat yang terbatas.
"Kami melihat bahwa sektor properti memang merupakan sektor yang paling terdampak Covid-19 setelah sektor finansial, karena tentunya bisa dilihat bahwa dengan kondisi saat ini masyarakat akan cenderung memprioritaskan kebutuhan pokok terlebih dahulu ketimbang untuk membeli properti," kata Cathy kepada Kontan.co.id, Senin (4/5).
Baca Juga: Dampak covid-19 mulai dirasakan emiten konstruksi swasta
Di sisi lain, implementasi dari PSAK 72 tentang pengakuan pendapatan berpotensi memberikan dampak negatif terhadap pendapatan pengembang properti high-rise. Dus, pengembang diyakini akan mengubah strategi marketing dan jenis properti yang berfokus pada properti residensial.
"Mengetatnya persaingan properti yang hanya terfokus pada landed-house membuat distribusi serta pengembangan properti lainnya terhambar," jelas dia.
Kelesuan properti sudah dirasakan PT PP Properti Tbk (PPRO). Tahun lalu, PPRO membukukan penurunan pendapatan dan laba bersih.
Pendapatan PPRO turun 1,56% yoy menjadi Rp 2,51 triliun, sedangkan laba bersih susut 27,28% menjadi Rp 342,69 miliar. Direktur Keuangan PPRO Indaryanto mengatakan penurunan kinerja tahun lalu disebabkan karena sikap investor yang wait and see di tengah tahun politik.
Sementara itu, di awal tahun ini kinerja pendapatan pra penjualan (marketing sales) PPRO juga seret lantaran sepanjang kuartal I-2020 hanya membukukan Rp 270 miliar. Perolehan tersebut hanya disumbang penjualan pada Januari-Februari 2020.
Kondisi tersebut sejalan dengan terhentinya proses pemasaran akibat kebijakan work from home (WFH) dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). "Beberapa proyek penjualannya hanya satu-dua unit, kalau dulu kan suka gathering dengan para pembeli," kata Indaryanto kala itu.
PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) juga mengalami hal yang sama. Tahun lalu pendapatan ASRI turun 12,59% menjadi Rp 3,47 triliun. Beruntung, laba bersih emiten properti ini masih bisa tumbuh karena meningkatnya unrealized forex gain. Di tahun yang sama, marketing sales ASRI juga tak mencapai target yakni hanya Rp 3,11 triliun. Adapun target marketing sales ASRI tahun lalu sebesar Rp 4 triliun.
Baca Juga: Properti lesu, S&P turunkan rating ASRI menjadi CCC+ dengan prospek negatif