Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai kegiatan pemeliharaan pesawat oleh maskapai penerbangan plat merah Indonesia sudah cukup efisien. Namun, BPK masih mencatat beberapa permasalahan dalam efektivitas pemeliharaan pesawat oleh PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF).
Melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I tahun 2017,BPK menilai bahwa perjanjian pemeliharaan pesawat oleh GMF dengan pelanggan belum optimal menjamin hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hal ini berpotensi mengganggu cashflow anak PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) tersebut.
Dalam hal ini, BPK melihat bahwa tagihan pemeliharaan pesawat oleh GMF kepada GIAA dan PT Citilink Indonesia berpotensi tidak dapat dibayar. Adapun kucuran dana untuk GMF yang berpotensi hilang adalah pendapatan atas denda keterlambatan pembayaran dari GIAA dan time material basis (TMB) dari Citilink.
Selain itu, BPK juga menyebut bahwa pemeliharaan pesawat GIAA dan Citilink oleh GMF belum sepenuhnya memenuhi service level agreement (SLA). Hal ini menyebabkan GMF berpotensi dikenai denda US$ 2,06 juta untuk serviceability dan US$ 204.320 untuk dispatch reliability.
Adapun rincian denda tersebut adalah sebanyak US$ 2,03 juta untuk serviceability GIAA, dan US$ 30.660 untuk serviceability Citilink. Denda untuk dispatch reliability sepenuhnya yakni sebesar US$ 204.320 dikenakan atas pemeliharaan pesawat GIIA.
Pihak GMF dalam hasil laporan yang sama sependapat bahwa perusahaan emamng belum menerapkan denda secara konsisten atas keterlambatan pembayaran pemeliharaan pesawat oleh GIAA dan Citilink. Hal ini mengingat GMF belum mendapat alasan yang jelas soal keterlambatan tersebut. Kedepannya GMF berencana melakukan rekonsiliasi dengan GIAA dan Citilink.
Soal pemeliharaan pesawat yang belum sesuai SLA, GMF mengakui adanya SLA yang tidak tercapai di bulan-bulan tertentu di 2015 dan 2016. Namun, pihak perusahaan selalu melakukan perbaikan dan mengupayakan agar key performance indicator (KPI) GMF selalu dijalankan dengan semestinya.
Analis Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada menilai bahwa temuan BPK ini merupakan masalah internal dalam grup maskapai pelat merah. Adapun ke depannya ia yakin GMF akan segera menyelesaikan permasalahan ini karena berkaitan dengan sumber pendanaan.
Sebagaimana telah diketahui, GMF AeroAsia akan segera melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Meski ada permasalahan ini, Reza menlihat bahwa saham GMF akan tetap menarik. “GMF adalah perusahaan MRO di mana industri tersebut diperkirakan akan tumbuh sekitar 5% di regional,” tutur Reza.
Begitu pula yang diungkapkan Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido. Menurut Kevin secara bisnis, GMF akan sangat menarik. Perusahaan perawatan pesawat ini juga punya kinerja mentereng. GMF telah mencatatkan pendapatan sebesar US$ 202 juta di kuartal II 2017. Adapun pendapatan di 2016 tercatat sebesar US$ 389 juta dengan laba sebesar US$ 17,7 juta.
“Secara sentimen, mungkin nanti harga sahamnya memang akan terpengaruh oleh perusahaan induk. Namun secara fundamental GMF lebih bagus dari induknya,” tutur Kevin. Reza pun menilai bahwa perusahaan induknya, yakni Garuda berpotensi mendapat benefit dari GMF. Pasalnya merusahaan MRO ini sudah memiliki rencana ekspansi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News