Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham Indonesia pada tahun 2023 berpotensi mengalami rotasi sektor unggulan. Hal ini terjadi seiring dengan perubahan kondisi dan sentimen penggerak pasar.
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheril Tanuwijaya memprediksi, sektor energi tidak lagi menjadi favorit pada tahun depan. Mengingat, sektor ini telah menjadi jawara dalam dua tahun terakhir.
Cheril sendiri mengunggulkan sektor barang konsumen primer, barang konsumen non-primer, dan perbankan. Menurutnya, ketiga sektor ini akan sangat diuntungkan dengan beralihnya status pandemi Covid-19 menjadi endemi.
"Penghentian Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara resmi oleh Presiden Joko Widodo akan menormalisasikan aktivitas ekonomi ditambah adanya tahun politik akan mengunggulkan tiga sektor tersebut," kata Cheril saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (1/1).
Baca Juga: Menanti January Effect Datang, Simak Rekomendasi Saham dari Analis Ini
Cheril memasukkan lima saham ke dalam saham-saham pilihan teratasnya alias top picks tahun 2023, yaitu AMRT, MAPI, ACES, BBNI, dan BMRI. Kelima saham tersebut mempunyai potensi kenaikan harga sebesar 10%-15% dalam jangka pendek hingga menengah.
Kemudian, Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mempunyai 34 saham dari berbagai sektor dalam top picks. Potensi kenaikan harganya dibanding harga per akhir tahun 2022 berkisar antara 3,29%-147,47%.
Sepuluh saham dengan potensi kenaikan harga tertinggi secara berurutan adalah EMTK, HRUM, PTPP, MNCN, SCMA, EXCL, AALI, LSIP, JPFA, dan SMRA. Valdy menetapkan target harga untuk EMTK di Rp 2.550 (dengan potensi kenaikan 147,57%), HRUM Rp 3.033 (87,22%), PTPP Rp 1.274 (78,18%), MNCN Rp 1.317 (77,97%), SCMA Rp 355 (72,33%), EXCL Rp 3.680 (71,96%), AALI Rp 12.857 (60,21%), LSIP Rp 1.613 (58,92%), JPFA Rp 2.002 (54,59%), dan SMRA Rp 919 (51,90%).
Baca Juga: Wall Street Mengakhiri 2022 Dengan Penurunan Tahunan Terbesar Sejak 2008
Valdy menjelaskan, saham dari sektor media, yaitu EMTK, MNCN, dan SCMA akan mendapat sentimen positif dari migrasi siaran TV analog ke TV digital yang dapat menjaga jumlah pemirsa. Mengingat, salah satu keunggulan siaran TV digital adalah gambar yang lebih bersih dan suara yang lebih jernih, berbekal dekoder yang harganya relatif terjangkau.
Ketiga emiten ini juga punya keunggulan berupa adanya layanan Video On Demand (VoD). Per Oktober 2022, jumlah download aplikasi VoD EMTK di Play Store, yakni Vidio sudah mencapai lebih dari 50 juta, lalu RCTI+ dan Vision+ yang merupakan bagian dari MNCN masing-masing lebih dari 10 juta dan lebih dari 5 juta.
Di akhir tahun 2022, EMTK juga memperoleh hak siar World Cup pada 22 November-18 Desember 2022 yang disiarkan melalui saluran free-to-air di kanal SCTV, Indosiar (SCMA), dan O Channel. Hal ini berpotensi mendorong penerimaan iklan secara signifikan pada periode tersebut.
Baca Juga: Kinerja Portofolio Investasi 2022 Lebih Rendah Dibandingkan Tahun 2021
Selanjutnya, di sektor energi khususnya batubara, kenaikan harga kontrak batubara masih berpotensi berlanjut hingga tahun 2023. Permintaan batubara juga akan meningkat berkat musim dingin di sejumlah negara terutama kawasan Eropa.
Lalu, untuk sektor konstruksi bangunan, sentimen positifnya berasal dari peningkatan alokasi anggaran pemerintah untuk infrastruktur sebesar 7,78% year on year (YoY) menjadi Rp 392 triliun pada 2023. "Rencana pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dengan total biaya Rp 466 triliun hingga 2045 dan persiapan tahun politik 2024 juga berpotensi mengakselerasi realisasi proyek infrastruktur di 2023 dan 2024," tutur Valdy.
Kemudian, untuk sektor crude palm oil (CPO), harga jualnya diperkirakan akan tetap kuat akibat masih adanya ketidakpastian konflik antara Rusia-Ukraina. Hal ini berpotensi memengaruhi pasokan minyak nabati dan pergerakan harga CPO karena Ukraina merupakan pemasok minyak nabati dari biji bunga matahari.
Harga CPO sempat menyentuh level tertinggi RM 8.163 per metrik ton pada 1 Maret 2022. Pertumbuhan ekonomi sejumlah negara konsumen CPO terbesar dunia pada 2023 juga diperkirakan positif, seperti China sebesar 4,40% dan India 6,10% sehingga permintaan berpotensi tetap kuat.
Baca Juga: Pergerakan IHSG Menanti January Effect
Selanjutnya, saham sektor telekomunikasi seperti EXCL dan barang konsumen seperti JPFA dapat dipertimbangkan sebagai penyeimbang portofolio. Pasalnya, emiten telekomunikasi mayoritas berada pada fase mature, terlihat dari pergerakan average revenue per user (ARPU) yang cenderung stabil dari tahun ke tahun.
Kemudian, potensi pertumbuhan pada JPFA tetap terjaga seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi di atas 5% yoy pada 2023. Dengan demikian, konsumsi rumah tangga diperkirakan juga dapat menjaga momentum positif pertumbuhan sepanjang tahun 2022 pada tahun 2023 mendatang.
Lebih lanjut, Head of Research Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi memasukkan sembilan saham sebagai top picks. Secara berurutan, saham dengan potensi kenaikan harga tertinggi dibanding harga per akhir 2022 adalah RAJA, DRMA, EXCL, MEDC, BMRI, ANTM, BBRI, TLKM, dan ICBP.
Prasetya menetapkan target harga untuk RAJA sebesar Rp 1.500 (43,54%), DRMA Rp 830 (41,88%), EXCL Rp 3.000 (40,19%), MEDC Rp 1.300 (28,08%), BMRI Rp 12.600 (26,95%), ANTM Rp 2.500 (25,94%), BBRI Rp 6.200 (25,51%), TLKM Rp 4.500 (20%), dan ICBP Rp 12.000 (20%). Top picks 12 bulan tersebut mencakup perusahaan yang dapat mendongkrak pertumbuhan pendapatannya di 2023 dan bertahan di tengah tekanan inflasi.
Baca Juga: PPKM Dicabut, IHSG Berpotensi Menguat di Hari Pertama Perdagangan 2023, Senin (2/1)
Prasetya memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat di semester pertama 2023, sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global. "Namun ada potensi menguatnya pertumbuhan di semester 2 2023 seiring dengan meningkatnya permintaan domestik, salah satunya pengeluaran terkait pemilu," ucap Prasetya.
Samuel Sekuritas mempertahankan proyeksinya bahwa inflasi IHK utama akan terus meningkat selama beberapa bulan ke depan dan mencapai titik puncaknya di 6,0%, sebelum turun ke 4,5% di akhir tahun. Bank Indonesia juga diperkirakan akan mempertahankan arah kebijakannya saat ini dengan menaikkan suku bunga acuannya menjadi 6,25% (+112,5bps), lebih tinggi dari proyeksi puncak suku bunga The Fed di 2023 sebesar 5,125%.
Di sisi lain, Samuel Sekuritas melihat ada potensi arus keluar dana investor asing ini akibat pengetatan kebijakan moneter guna menahan tekanan inflasi. Di samping itu, ada risiko bahwa investor global akan beralih ke pasar yang berkinerja buruk tahun ini, seperti China.
Mengingat negara tersebut berpotensi meninggalkan kebijakan nol-Covid dan mengalami pemulihan di sektor properti. Hal ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi China di 2023.
Meskipun begitu, menurutnya, pasar terlalu optimis terkait pembukaan kembali dan pemulihan ekonomi China. Pasalnya, dia yakin proses pembukaan kembali akan dilakukan secara bertahap dan mungkin perlu waktu bagi penduduk China untuk memulihkan daya belinya pascakrisis akibat pandemi dan kebijakan nol-Covid.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News