Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) atawa Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) kembali membuka perdagangan kontrak berjangka CPO berdenominasi rupiah (CPOTR) pada 27 Oktober 2023. Pencabutan suspensi ini dilakukan setelah ICDX menyesuaikan beberapa spesifikasi kontrak berjangka perdagangan CPOTR.
Vice President Bursa CPO ICDX Yohanes F. Silaen mengatakan, spesifikasi yang disesuaikan meliputi jumlah lot, sesi perdagangan, dan penyelesaian. Jumlah 1 lot diubah dari 10 ton menjadi hanya 5 ton.
Kemudian, jam perdagangan diubah dari satu sesi yang berlangsung selama 09.30- 17:00 menjadi dua sesi. Dua sesi tersebut berlangsung pada 09:30-17:00 dan 20:00-22:00.
Baca Juga: ICDX Cabut Penangguhan Perdagangan Kontrak Berjangka CPOTR
"Lalu, untuk penyelesaian menjadi cash settlement atau penyelesaian secara tunai," kata Yohanes saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (1/11).
Yohanes menyampaikan, sejak diluncurkan pada 13 Oktober 2023 sampai dengan saat ini, anggota bursa CPO sebanyak 20 anggota, terdiri dari peserta pembeli dan penjual. Sementara terkait volume, sejak perdagangan perdana hingga saat ini volume transaksi mencapai 175 metrik ton.
"Terkait anggota bursa CPO, kami proyeksikan akan mencapai 30 anggota hingga akhir tahun 2023, gabungan dari peserta penjual dan pembeli," ucap Yohanes.
Ditemui di kesempatan berbeda, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) periode 2022-2023 Didid Noordiatmoko mengungkapkan, pihaknya memantau realisasi transaksi di bursa CPO setiap minggu.
Sejauh ini, pencapaian transaksi tersebut masih di bawah ekspektasi Bappebti.
Oleh sebab itu, Bappebti terus melakukan intervensi berupa perbaikan Peraturan Tata Tertib (PTT) untuk menciptakan bursa CPO yang kredibel. Perbaikan juga dilakukan untuk menarik perusahaan besar ikut bertransaksi melalui bursa CPO.
Mengacu pada produksi CPO Indonesia tahun 2022 yang mencapai 48 juta ton, jumlah yang diperdagangkan di dalam negeri sebesar 24 juta ton. Menurut Didid, untuk bisa menjadikan bursa CPO sebagai referensi harga, setidaknya jumlah transaksi di bursa CPO sebesar 10%-20% dari total perdagangan dalam negeri, baik transaksi fisik maupun derivatif.
"Jadi, perdagangan di bursa kira-kira harus mencapai 2,4 juta ton. Nah, itu baru bisa menjadi bursa CPO yang kredibel dan valid sebagai referensi harga," ungkap Didid di Gedung Bappebti, Jakarta Pusat, Rabu (1/11).
Untuk mencapai target tersebut, bursa CPO harus terus diperbaiki sehingga para peserta maupun calon peserta bursa bisa memahami mekanismenya. Selain itu, para pelaku usaha akan didorong untuk bertransaksi di bursa CPO dengan menawarkan berbagai insentif.
Baca Juga: Perdagangan Kontrak Berjangka CPOTR Ditangguhkan, Begini Kata ICDX dan Pemain
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti Tirta Karma Senjaya menambahkan, penyesuaian spesifikasi kontrak berjangka CPOTR yang dilakukan ICDX bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan peserta.
"Harapannya, lebih banyak pihak yang bisa bertransaksi karena jumlah ton per lot tidak terlalu besar," ucap Tirta.
Semakin banyak transaksi baik dari spot dan derivatif, maka semakin memudahkan pengumpulan data untuk membentuk referensi harga. Tirta berharap, di akhir tahun ini sudah ada data rangkaian transaksi dan harga, baik dari transaksi fisik maupun derivatif.
Dengan begitu, harga patokan ekspor (HPE) diharapkan bisa bersumber dari ICDX saja, tidak perlu memasukkan bobot dari bursa lain. Tidak seperti HPE saat ini yang masih memasukkan bobot dari bursa Rotterdam dan Malaysia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News