kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   16.000   0,85%
  • USD/IDR 16.220   -29,00   -0,18%
  • IDX 6.915   -12,32   -0,18%
  • KOMPAS100 1.007   -0,64   -0,06%
  • LQ45 771   -2,07   -0,27%
  • ISSI 227   0,47   0,21%
  • IDX30 397   -1,97   -0,49%
  • IDXHIDIV20 459   -2,95   -0,64%
  • IDX80 113   -0,11   -0,10%
  • IDXV30 114   -0,70   -0,61%
  • IDXQ30 128   -0,64   -0,49%

Ada 55 Saham Berpotensi Delisting, Analis Beberkan Hal yang Harus Dilakukan Investor


Selasa, 01 Juli 2025 / 19:18 WIB
Ada 55 Saham Berpotensi Delisting, Analis Beberkan Hal yang Harus Dilakukan Investor
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali memperbarui data saham-saham yang berpotensi dihapus (delisting) dari perdagangan di pasar saham. Per 30 Juni 2025, terdapat 55 emiten yang berpotensi dikeluarkan dari bursa karena sahamnya telah disuspensi selama enam bulan atau lebih. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/16/06/2025


Reporter: Dimas Andi | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali memperbarui data saham-saham yang berpotensi dihapus (delisting) dari perdagangan di pasar saham.

Per 30 Juni 2025, terdapat 55 emiten yang berpotensi dikeluarkan dari bursa karena sahamnya telah disuspensi selama enam bulan atau lebih.

Ke-55 emiten yang sahamnya berpeluang delisting antara lain ALMI, ARMY, ARTI, BIKA, BOSS, BTEL, CBMF, COWL, CPRI, DEAL, DUCK, ENVY, ETWA, GAMA, GOLL, HKMU, HOME, HOTL, IIKP, INAF, IPPE, JSKY, KAYU, KBRI, LCGP, LMAS, MABA, MAGP, MKNT, MTRA, NUSA, PLAS, POLL, dan POOL.

Selain itu ada POSA, PPRO, PURE, RIMO, SBAT, SIMA, SKYB, SMRU, SRIL, SUGI, TDPM, TECH, TELE, TOPS, TOYS, TRAM, TRIL, TRIO, UNIT, WMPP, dan WSKT.

Saham-saham yang masuk radar delisting ini berasal dari berbagai sektor industri, mulai dari finansial, infrastruktur, konsumer, teknologi, energi, properti, kesehatan, barang dasar, hingga industrial.

Baca Juga: BEI Perbarui Data 55 Perusahaan Berpotensi Delisting Per Juni 2025, Ini Daftarnya

Dari deretan saham tersebut, ada nama PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang telah dinyatakan pailit usai gagal bayar utang dan mengalami penurunan kinerja akibat tekanan di industri tekstil.

Di samping itu, ada beberapa emiten BUMN atau anak usaha BUMN yang juga terancam hilang dari bursa, yaitu PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Indofarma Tbk (INAF), dan PT PP Properti Tbk (PPRO).

Manajemen WSKT sendiri sudah memiliki dua rencana restrukturisasi agar suspensi saham WSKT dicabut. Pertama, restrukturisasi utang perbankan yang ditargetkan rampung pada Oktober 2024, yang mana saat ini progresnya sudah 100%.

“Perusahaan bersama kreditur perbankan telah menyepakati Perubahan Perjanjian MRA dan Perubahan Perjanjian KMKP yang telah berlaku efektif sejak 17 Oktober 2024,” tulis Sekretaris Perusahaan Waskita Karya Ermy Puspa Yunita dalam keterbukaan informasi, Senin (30/6).

Kedua, restrukturisasi utang obligasi WSKT yang ditargetkan tuntas pada Desember 2025. Dari empat obligasi non penjaminan yang direstrukturisasi oleh WSKT, tiga seri obligasi telah disetujui oleh pemegang obligasi. Adapun progres restrukturisasi utang obligasi ini sudah 75%.

Sebagai informasi, saham WSKT telah disuspensi sejak Mei 2023 akibat gagal bayar empat seri utang obligasi non-penjaminan yang jatuh tempo.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, nasib dari emiten-emiten yang terancam delisting tentu sangat bergantung pada kondisi masing-masing perusahaan yang bersangkut. Pada kasus SRIL misalnya, emiten ini sudah dinyatakan pailit dan sahamnya disuspensi dalam jangka waktu lama, sehingga sudah memenuhi syarat untuk forced delisting.

Baca Juga: Humpuss Intermoda (HITS) Akan Delisting, Seberapa Menarik Tender Offernya?

Dalam situasi seperti ini, investor publik terutama kalangan ritel berada dalam posisi paling akhir dalam urutan prioritas saat likuidasi, setelah kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.

“Artinya, potensi kerugian sangat besar dan buyback kemungkinan tidak dilakukan karena kondisi keuangan emiten sudah tidak memungkinkan,” ungkap dia, Selasa (1/7).

Di sisi lain, ada beberapa emiten yang tetap berusaha lepas dari jerat delisting, seperti yang ditunjukkan oleh WSKT. Emiten konstruksi pelat merah ini sedang menjalani proses restrukturisasi dengan dukungan dari pemerintah. Mereka masih punya peluang untuk lolos dari delisting jika proses restrukturisasi berjalan lancar dan tepat waktu.

Sementara itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menyampaikan, investor berada dalam posisi serba sulit ketika nyangkut di saham yang berpotensi delisting. Peluang untuk menderita rugi sangat besar, sehingga hal yang paling memungkinkan adalah meminimalisir kerugian investasi tersebut.

Namun, kembali lagi, itu semua bergantung pada kejelasan nasib emiten yang bersangkutan. Jika emiten terpaksa delisting, maka mereka harus segera menggelar aksi buyback.

“Untuk emiten yang ingin lepas dari suspensi, harus ada komitmen dari mereka untuk memperbaiki kinerja,” kata dia, Selasa (1/7).

Lebih lanjut, risiko nyangkut di saham yang terancam delisting pada dasarnya merupakan bagian dari konsekuensi menjadi investor di pasar modal, terutama jika berinvestasi pada emiten-emiten dengan likuiditas rendah, utang tinggi, atau kondisi fundamental yang memburuk.

Ekky menjelaskan, ketika emiten tidak mampu melakukan buyback secara sukarela atau gagal menuntaskan restrukturisasi, maka nilai sahamnya bisa menyusut mendekati nol dan tidak dapat diperjualbelikan di pasar reguler. Investor memang masih punya opsi menjual sahamnya melalui pasar negosiasi. Namun, pasar tersebut dipandang tidak likuid karena tidak ada jaminan adanya pembeli.

“Jika emiten mengalami pailit dan asetnya dikuras oleh kurator, maka pemegang saham publik hampir tidak memiliki prioritas untuk mendapat bagian dari sisa aset tersebut,” imbuh dia.

Baca Juga: Keluarga Widjaja Kuasai 97% Saham Sinarmas Land, Siap Delisting dari Bursa Singapura

Dari sisi regulasi, sebenarnya BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah cukup transparan dan aktif menyampaikan informasi mengenai emiten-emiten yang berisiko delisting. Adanya daftar emiten potensial untuk delisting yang diperbarui secara berkala setiap semester sudah menjadi bentuk keterbukaan informasi yang patut dicermati investor.

Hanya saja, upaya edukasi terhadap investor ritel tetap harus diperkuat agar mereka dapat lebih memahami risiko pada saham-saham berisiko tinggi. Apalagi, banyak saham yang terancam delisting adalah emiten yang sudah lama IPO, namun mengalami tekanan bisnis dalam perjalanannya dan gagal memenuhi kewajibannya, sehingga sahamnya terkena suspensi.

Nafan menyarankan agar investor fokus ke saham-saham yang punya kepastian terhadap pertumbuhan kinerja fundamentalnya. Kondisi fundamental yang kuat pada akhirnya akan berkorelasi positif dengan pergerakan harga sahamnya, sehingga investor memperoleh cuan. 

“Investor juga harus fokus ke saham-saham emiten yang konsisten dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG),” terang dia.

Sedangkan menurut Ekky, penting bagi tiap investor untuk lebih selektif dalam memilih saham dan jangan hanya tergiur oleh harga murah atau potensi rebound semata. Investor mesti memperhatikan dengan cermat kondisi keuangan, utang, arus kas, dan catatan dari BEI atas saham yang hendak diinvestasikan. 

“Pada akhirnya kehati-hatian dan pemahaman menyeluruh atas risiko adalah kunci untuk melindungi diri dari kerugian besar akibat delisting,” tandas dia.

Selanjutnya: Agenda Kunjungan Kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke Arab Saudi

Menarik Dibaca: 5 Zodiak Paling Impulsif yang Tidak Takut Mengambil Risiko, Siapa Saja?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×