kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   -33.000   -1,68%
  • USD/IDR 16.604   6,00   0,04%
  • IDX 6.767   17,72   0,26%
  • KOMPAS100 979   5,15   0,53%
  • LQ45 762   4,33   0,57%
  • ISSI 215   0,81   0,38%
  • IDX30 395   2,48   0,63%
  • IDXHIDIV20 471   1,18   0,25%
  • IDX80 111   0,53   0,48%
  • IDXV30 115   0,73   0,63%
  • IDXQ30 130   0,90   0,70%

Memetik Untung dari Guci China Antik


Jumat, 29 Agustus 2008 / 18:35 WIB
Memetik Untung dari Guci China Antik


Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Bukan rahasia lagi, guci antik bisa menjadi alat investasi yang bisa mendatangkan keuntungan tinggi. Sebab, semakin tua sebuah guci, dapat dipastikan guci tersebut semakin antik. Jika sudah demikian, harganya juga akan terdongkrak naik. Makanya, tak sedikit orang yang mau menggeluti bisnis ini. Salah satunya yakni Budi Kusuma atau Yan Yan yang merupakan lelaki keturunan Tionghoa asal Semarang.

Di Toko Ukir-Antik miliknya di jalan Sultan Agung Semarang, Yan Yan menawarkan banyak guci-guci antik asal China. Untuk mendapatkan guci antik tersebut, Yan Yan harus hunting ke berbagai daerah. Biasanya, ia mendapatkan guci-guci tersebut dari beberapa kenalannya di sekitar Lasem, Semarang, Kudus, daerah sepanjang Pantura sampai Temanggung, Tarakan dan Magelang. “Di lokasi itu memang masih banyak warga yang masih menyimpan guci-guci China peninggalan leluhurnya," cerita  Yan Yan.

Yan Yan pun menceritakan pengalamannya selama menekuni bisnis ini. Pernah suatu kali, ia berhasil mendapatkan guci-guci antik Cina sebanyak 25 buah dari pabrik kecap di Kudus. Penjualan guci oleh pabrik kecap dilatarbelakangi oleh keinginan perusahaan kecap itu untuk menggunakan peralatan yang lebih modern dalam memproduksi kecapnya. Tadinya, mereka memang menggunakan guci-guci peninggalan zaman China itu untuk mengolah kecap. "Namun, karena persaingan yang ketat membuat mereka akhirnya mengubah cara pengolahan kecap tidak dengan menyimpannya dalam guci-guci kuno lagi. Itu sebabnya mereka mau menjual guci itu," katanya mengenang.

Waktu itu, Yan Yan membeli seluruh guci dengan sistem borongan seharga Rp 25 juta. Yang membuat Yan Yan senang, sekitar 12 guci tersebut berhasil ia juga dengan harga Rp 9 juta per buah. Nah, dari penjualan itu saja, ia sudah mendapat keuntungan bersih 96 juta. Belum lagi sisa guci yang kini tinggal 13 buah. Waktu itu, ia berhasil menjual dengan harga rata-rata Rp 5 juta. "Kebetulan kualitasnya memang kalah bagus dari guci yang dijual dengan harga Rp 9 juta,” ungkapnya.

Menurut Yan Yan, para pembeli guci umumnya adalah kolektor asing yang sangat berminat terhadap barang barang antik dan kuno. "Mereka lebih suka guci yang sangat kuno. Bahkan kalau ada sedikit retak sana sini itu lebih bagus," katanya. Ada beberapa pertimbangan investor mengenai hal itu. Sekadar informasi, guci antik China biasanya berasal dari dinasti Ming (1368-1644) atau dinasti Ching (1644-1910). Kalau dihitung, umur guci peninggalan dua dinasti itu pasti sudah ratusan tahun. Nah, kalau sudah begitu, sudah pasti guci yang ada berada dalam kondisi mulus atau utuh. Meski demikian, Yan Yan bilang, ada pula guci peninggalan zaman Dinasti Han (202-220SM), Dinasti Tang (618-907 SM), Dinasti Sung (960-1279). Namun guci-guci ini lebih susah untuk ditemukan. "Malahan saat ini nyaris tidak lagi ditemukan di Indonesia," katanya.

Selain Yan Yan, ada pula pelaku bisnis guci lainnya yaitu Yoshua. Dalam menjalankan bisnisnya, Yoshua memiliki beberapa strategi. Misalnya saja, dengan tidak langsung melepas guci sesuai harga yang ditawar pembeli. Padahal, harga penawaran itu sudah cukup tinggi. "Dulu sudah ada yang pernah menawar Rp 400 juta," katanya seraya menunjuk sebuah guci antik asal China. Namun, sang ibu yang memiliki guci tersebut tidak mau melepasnya. Alasannya, harganya bisa jauh lebih tinggi pada masa mendatang. "Rencananya, kalau ada yang menawar lebih tinggi kami baru akan melepasnya,” imbuhnya.

Hal yang senada juga disampaikan Rando. Menurut Rando guci dari zaman Dinasti Ming yang didapatnya dari Kalimantan pernah ditawar orang dengan harga Rp 150 juta. "Tapi ayah saya waktu itu belum mau jual," katanya. Nah sekarang, setelah Ayahnya meninggal, Rando berniat juga menjualnya. Rando yakin harganya pasti lebih melejit. "Makanya, kami tetap tahan di harga lebih dari Rp 150 juta," katanya.

Guci Antik Masih Banyak di Kalimantan

Bagi Anda yang berminat untuk terjun ke bisnis ini, tentu harus mengetahui seluk beluk guci China terlebih dulu. Dengan demikian, Anda bisa menaksir berapa harga yang pantas untuk sebuah guci. Selain itu, Anda juga harus rajin untuk hunting ke beberapa wilayah di Indonesia.
 
Asal tahu saja, guci antik asal China banyak ditemukan di daerah Kalimantan. Di pulau ini, banyak warga yang masih menyimpan aneka guci antik berusia puluhan atau bahkan ratusan tahun. Kebanyakan dari mereka adalah berasal dari suku dayak. Memang, sejak zaman prasejarah, suku asli Kalimantan itu sangat menghormati tempayan gerabah. Mereka memanfaatkannya sebagai wadah, juga simbol status sosial, mas kawin, pembayar denda, kubur kedua dan bekal kubur.

Nah, pada abad ke-7 dan 8, pedagang asal Tiongkok datang dan membawa barang perniagaan arak dengan wadah guci. Suku dayak terpikat karena kualitas dan bentuk guci yang bagus. Selanjutnya, Posisi guci pun menjadi sakral dan menggeser peran tempayan gerabah.

Selain di Kalimantan, guci juga banyak ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Itu dibuktikan dengan penemuan-penemuan di pulau-pulau itu. Sebut saja di Bukit Siguntang, Palembang, Sumatera Selatan, dataran tinggi Dieng dan di dekat kompleks candi Prambanan dan Borobudur, Jawa Tengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×