Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2021 diperkirakan menjadi tahun yang prospektif bagi nilai tukar rupiah. Dalam beberapa hari terakhir, rupiah bergerak menuju ke bawah Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) lagi.
Terakhir, pada perdagangan Selasa (2/2), rupiah di pasar spot ditutup di Rp 14.025 per dolar AS. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah ditutup di level Rp 14.044 per dolar AS.
Dengan level saat ini, maka rupiah spot sudah menguat 0,18% secara year to date (ytd). Rupiah pun sempat ke bawah Rp 14.000 per dolar AS dan mencetak posisi terbaiknya pada 4 Januari lalu di Rp 13.895 per dolar AS.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengatakan, rupiah punya prospek yang baik pada tahun ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan positif. Hal ini seiring dengan adanya pemulihan ekonomi global, yang didorong oleh optimisme mengenai vaksinasi virus corona.
“BI memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh mencapai 4,8%-5,8% pada tahun ini. Pertumbuhan ini didukung oleh peningkatan kinerja ekspor, konsumsi swasta dan pemerintah, serta investasi baik dari belanja modal pemerintah maupun dari masuknya modal asing sebagai respons positif terhadap UU Cipta Kerja,” kata dia kepada Kontan.co.id, Selasa (2/2).
Baca Juga: Minim sentimen, rupiah diprediksi kembali bergerak sideways pada Rabu (3/2)
Selain itu, Alwi juga menyambut positif dengan mulai berlangsung program Sovereign Wealth Fund (SWF). Dengan tujuan SWF yang menarik investasi asing ke dalam negeri, ia pun optimistis hal tersebut akan menjadi amunisi tambahan bagi rupiah.
Belum lagi, pemerintah juga menghadirkan upaya-upaya insentif seperti perpajakan yang ditujukan untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi. Dengan intensif tersebut, diharapkan roda ekonomi kembali berputar dan ini akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi.
“Ketika ekonomi pulih, maka minat terhadap aset berisiko, seperti rupiah juga akan meningkat. Apalagi imbal hasil obligasi Indonesia jauh lebih menarik daripada imbal hasil AS. Hal ini juga akan mendorong penguatan rupiah ke depannya,” tambah Alwi.
Dengan adanya ketegangan geopolitik akibat adanya aksi kudeta di Myanmar, Alwi menilai hal tersebut hanya sementara dan tidak terlalu berdampak ke pasar global. Hal ini terlihat dari pergerakan aset safe haven yang cenderung stabil, bahkan harga emas cenderung turun. Sementara aset berisiko, dalam hal ini indeks future Wall Street justru menguat.
Alwi memperkirakan rupiah pada tahun ini bergerak berada dalam kisaran Rp 13.575 - Rp 14.500 per dolar AS.
Selanjutnya: Berkat Robo ARMS, kinerja investasi unitlink Generali di atas IHSG
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News