CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.902   -8,00   -0,05%
  • IDX 7.167   -48,04   -0,67%
  • KOMPAS100 1.095   -7,66   -0,69%
  • LQ45 872   -4,17   -0,48%
  • ISSI 217   -1,53   -0,70%
  • IDX30 446   -1,67   -0,37%
  • IDXHIDIV20 540   0,28   0,05%
  • IDX80 126   -0,86   -0,68%
  • IDXV30 136   0,18   0,13%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,19%

Return reksadana saham ungguli laju IHSG


Jumat, 01 Juli 2016 / 20:49 WIB
Return reksadana saham ungguli laju IHSG


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Kinerja reksadana saham mulai menggembirakan. Mengutip Infovesta Utama, rata-rata return reksadana saham sepanjang semester I 2016 mencapai 9,59%.

Kinerja tersebut mengungguli produk lain, seperti reksadana pendapatan tetap yang membagikan return 7,78%. Demikian juga dengan rata-rata imbal hasil reksadana campuran yang sekitar 9% dan reksadana pasar uang yang sebesar 2,5% pada periode yang sama.

Rata-rata return reksadana saham juga mampu mengalahkan kenaikan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang berkisar 9,22%.

Padahal sebelumnya, reksadana pendapatan tetap selalu memimpin kinerja reksadana. Di mana, return reksadana pendapatan tetap year to date (YTD) Mei 2016 tercatat 6,21% atau di atas rata-rata return reksadana saham dan campuran yang masing-masing sekitar 4,88% dan 5,42%.

Chief Economist dan Director Investor Relations PT Bahana TCW investment Management Budi Hikmat mengatakan, kondisi tersebut disebabkan oleh moncernya kinerja obligasi sepanjang kuartal I. Saat itu, yield obligasi turun seiring tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) di awal tahun. Akibatnya, harga obligasi terangkat.

"Mulanya kinerja obligasi mendahului saham pada kuartal I," ujar Budi, Jakarta, Jumat (1/7).

Di sisi lain, investor optimistis pasar saham akan membaik mengikuti penurunan yield obligasi di awal tahun. Apalagi terdapat indikasi penguatan daya beli
melalui dampak pengeluaran pemerintah.

Namun, sentimen positif dari domestik tak berjalan mulus menopang pasar saham. Pasalnya, sejumlah faktor eksternal seperti isu kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, the Fed ikut menyeret penurunan IHSG. "Indeks saham global tercatat turun sejak akhir April," tambah Budi.

Sentimen tersebut diikuti oleh penguatan dollar Amerika Serikat dan berimbas terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Akibatnya, currency risk investor menjadi meningkat sehingga kinerja produk berbasis saham tertinggal ketimbang obligasi.

Kendati demikian, memasuki akhir semester I terjadi pembalikan tren. Pasar saham mulai naik ditopang oleh faktor eksternal seperti mulai memburuknya perkembangan kesempatan kerja dan bisnis di Amerika Serikat. Di tambah adanya keputusan Britain Exit atau Brexit. Kedua faktor tersebut mengakibatkan kebijakan the Fed dalam menaikkan suku bunga semakin mengecil. .

"Investor asing kemudian melakukan diversifikasi dan Indonesia terpilih menjadi salah satu negara tujuan," ujar Budi.

Dari dalam negeri, respons moneter penurunan suku bunga bank sentral atau BI rate serta pelonggaran makro prudential membawa sentimen positif bagi pasar saham. Selain itu, revisi Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2016 dan pengesahan Undang-Undang Pengampunan Pajak semakin menambah bullish pasar saham.

"Sedangkan reli di pasar obligasi justru terganjal kenaikan harga minyak," ujar Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×