Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sebagai penyokong performa fundamental, PT Bank Nasional Indonesia Tbk (BBNI) mengusung program restrukturisasi aset. Melalui program tersebut, kualitas aset, terutama sisi non performing loan (NPL) alias kredit bermasalah bank pelat merah ini membaik.
Analis Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja menilai, program restrukturisasi aset yang digelar BBNI sudah terlihat hasilnya. Sepanjang tahun lalu, BBNI menyalurkan kredit senilai Rp 325,35 triliun, naik 17% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang senilai Rp 277,36 triliun.
Nah, dari total kredit tersebut, 70% merupakan kredit sehat. Lalu, 12% kredit dengan klasifikasi special mention (perhatian khusus). Hanya, 18% kredit bermasalah. Secara keseluruhan, jumlah kredit bermasalah yang berhasil direstrukturisasi terus meningkat.
Pada 2014, jumlah yang direstrukturisasi hanya 2,3% dari total kredit. Lalu, meningkat jadi 4,9% pada kuartal III-2015, dan naik lagi jadi 6,3% pada akhir 2015. Restrukturisasi kredit berhasil memperbaiki kredit bermasalah BBNI.
Tahun lalu, NPL bank ini sebesar 2,9%. Lalu, tahun ini diprediksi turun menjadi 2,8%. "Pada tahun 2017, kualitasnya bakal lebih baik lagi. NPL diperkirakan 2,5%," kata Tjandra.
Dari sisi laba rugi, BBNI juga berprospek menarik. Tjandra memprediksi, tahun ini, BBNI bisa menyalurkan kredit hingga Rp 354,53 triliun. Dengan demikian, perseroan diprediksi membukukan pendapatan bunga bersih atau net interest income senilai Rp 39,34 triliun, dan laba bersih Rp 11,97 triliun.
Adapun, net interest margin (NIM) alias margin bunga bersih diprediksi 6,2%. Pemberat kinerja Analis UOB Kay Hian Securities Alexander Margaronis menyebutkan, isu tekanan NPL memang belum sepenuhnya usai.
Namun, ia optimistis, BBNI bisa melewatinya. Meski demikian, ia mencatat beberapa hal yang masih harus diperhatikan. Selama dua kuartal terakhir, BBNI memang mampu merestrukturisasi kredit senilai Rp 14,4 triliun.
Tapi, pada kuartal IV-2015, NPL kredit korporasi justru naik jadi 2,7%, dari kuartal sebelumnya 2%. "Untung, provisi yang dicadangkan senilai Rp 4 triliun pada kuartal II-2015 bisa mengurangi tekanan terhadap laba bersih," tulis Alexander, dalam riset 26 Januari 2016.
Menurut analis Ciptadana Securities Syaiful Adrian, BBNI belum sepenuhnya lepas dari tantangan. Masih ada hal yang berpotensi memberatkan kinerja. Misalnya, fluktuasi rupiah. Pelemahan rupiah bisa memperburuk kualitas aset bank.
Saat bersamaan, hal ini bisa menahan Bank Indonesia (BI) kembali memangkas BI rate. Padahal, suku bunga masih menjadi isu utama industri perbankan.
Melihat kualitas aset yang membaik dan prospek jangka panjang yang menarik, ketiga analis kompak merekomendasikan beli saham BBNI. Tjandra menetapkan target harga Rp 5.900 per saham. Sementara, Alexander dan Syaiful memasang target masing-masing Rp 6.150 dan Rp 6.250 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News