kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rapor keuangan korporasi besar masih plus


Rabu, 01 Agustus 2018 / 12:07 WIB
Rapor keuangan korporasi besar masih plus
ILUSTRASI. Papan Elektronik Pergerakan Harga Saham di BEI


Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapor keuangan sejumlah saham penghuni indeks LQ45 pada semester I-2018 rata-rata menghijau. Per 31 Juli, setidaknya setengah anggota LQ45 yang sudah merilis kinerja keuangan paruh pertama tahun ini.

Rata-rata, emiten saham keping biru tersebut mencetak kinerja memuaskan. Realisasi kinerja yang positif ini menjadi penyokong indeks dalam dua pekan terakhir.

Kinerja sektor perbankan paling jawara. Rata-rata, laba bersih emiten perbankan naik dobel digit. Pertumbuhan laba terbesar diraih Bank Mandiri, yaitu 28% year on year (yoy).

Kinerja sektor pertambangan, terutama batubara, serta sektor konstruksi, juga cukup bagus. Vale Indonesia (INCO) misalnya, berhasil meraih untung Rp 423,30 miliar, setelah merugi tahun sebelumnya. Di sektor konstruksi, Waskita Karya (WSKT) sukses mencetak kenaikan laba bersih hingga sekitar 133%.

Tapi, kinerja emiten sektor barang konsumer cenderung tertekan. Laba bersih Indofood Sukses Makmur (INDF) bahkan turun 12,70%.

Analis Paramitra Alfa Sekuritas William Siregar menilai saham perbankan masih prospektif. "Sampai akhir tahun masih menarik. Ada ekspektasi pertumbuhan ekonomi bagus akhir tahun," kata dia kepada KONTAN, Selasa (31/7).

Menurutnya, sektor perbankan tertolong oleh sentimen relaksasi loan to value (LTV). Relaksasi ketentuan uang muka kredit kepemilikan rumah (KPR) ini bisa mengerek penyaluran KPR.

Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menyebut, kinerja perbankan cukup bagus meski Bank Indonesia mengerek suku bunga acuan. Tapi, ia menduga, pada semester II-2018, kinerja perbankan akan cenderung tertekan.

Perbankan bakal memperebutkan dana pihak ketiga dan ada potensi kenaikan kredit bermasalah alias non performing loan (NPL). "Pertumbuhan kredit bisa melambat karena bank berhati-hati terhadap NPL dan kenaikan cost of fund naik," papar Hans.

Prospek saham

Analis juga menilai kinerja sektor consumer goods masih bakal positif. Konsumsi dan daya beli masyarakat disinyalir akan menguat dengan adanya hajatan Asian Games dan Annual Meeting IMF dan World Bank. Tapi, William menilai, harga saham sektor konsumer tak akan terangkat sebagus saham perbankan.

Sektor lain yang masih punya potensi menanjak adalah konstruksi. William menyebut, tahun politik kerap mengangkat harga saham sektor konstruksi dan infrastruktur.

Menurut Hans, fundamental emiten infrastruktur dan konstruksi akan positif tahun ini. Dus, kinerja emiten akan menopang harga sahamnya hingga akhir tahun ini.

Baik Hans maupun William merekomendasikan saham WSKT di sektor konstruksi. Sedangkan untuk emiten bank, William menyarankan BBNI. "Valuasi masih terbilang murah di antara saham bank lainnya," kata dia.

Sektor pertambangan juga dinilai menawarkan prospek menarik, karena harga batubara sedang naik. Menurut Hans, biaya produksi yang rendah bisa menopang kinerja emiten pertambangan.

Sedangkan emiten rokok, disinyalir masih dibayangi sentimen negatif kenaikan cukai. Tak pelak, HM Sampoerna (HMSP) hanya membukukan kenaikan laba tipis 1%. "Harga saham emiten konsumer dan rokok tak bisa bergerak banyak seperti bank dan konstruksi," sebut William.

Prospek sektor telekomunikasi juga lemah. Rapor keuangannya di bawah ekspektasi pasar. Laba Telekomunikasi Indonesia (TLKM) turun, sedangkan XL Axiata (EXCL) malah rugi. Tingginya beban operasi serta pelemahan nilai tukar rupiah menekan emiten telekomunikasi. "Orang juga shifting dalam berkomunikasi. Tidak lagi pakai pulsa, tapi lebih banyak menggunakan data," kata Hans.             

Kinerja sebagian saham LQ45

    Laba (rugi)     
Sektor  Saham H1- 2018 H1- 2017 Perubahan PER (kali)
Konsumer & rokok HMSP Rp 6,11 triliun Rp 6,05 triliun  1,04% 36,57
ICBP Rp 2,29 triliun Rp 2,09 triliun 9,50% 20,97
INDF Rp 1,96 triliun Rp 2,24 triliun -12,70% 11,74
Perbankan  BBCA Rp 11,4 triliun Rp 10,53 triliun 8,40% 25,13
BBRI Rp 14,6 triliun Rp 13,13 triliun 10,82% 12,79
BMRI Rp 12,2 triliun Rp 9,4 triliun 28,70% 13,25
BBNI Rp 7,43 triliun Rp 6,41 triliun 15,95% 9,27
Pertambangan  UNTR Rp 5,47 triliun Rp 3,42 triliun 60,00% 12
PTBA Rp 10,53 triliun Rp 8,97 triliun 17,00% 10,02
INCO Rp 423,3 miliar -Rp 286,1 miliar 47,96% 51,22
Konstruksi WSKT Rp 2,99 triliun Rp 1,28 triliun 133,59% 4,81
PTPP Rp 479,75 miliar Rp 572,54 miliar -16,21% 13,42
WSBP Rp 690,68 miliar Rp 436,45 miliar 58,24% 8,23
Telekomunikasi TLKM Rp 12,94 triliun Rp 17,5 triliun -26,06% 20,64
EXCL -Rp 81,74 miliar Rp 143,11 miliar -157,12% -183

sumber: Bloomberg dan riset KONTAN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×