kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasar kurang likuid jadi hambatan ETF


Rabu, 07 Februari 2018 / 08:50 WIB
Pasar kurang likuid jadi hambatan ETF


Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana exchange traded fund (ETF) berpotensi berkembang pada tahun ini. Namun, masih ada hambatan yang perlu diperhatikan, seperti faktor likuiditas dan sosialisasi.

President & CEO Pinnacle Investment Guntur S Putra mengatakan, jumlah produk ETF yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) kini semakin banyak. Ada 15 produk yang diperdagangkan di bursa, lima di antaranya merupakan racikan Pinnacle.  

Meski begitu, perdagangan ETF belum terlalu ramai. Sebab, sosialisasi produk ini sulit dilakukan lantaran jumlah manajer investasi yang menawarkan masih mini.

Akibatnya, risiko likuiditas dari investasi ETF masih cukup tinggi. “Ada beberapa produk yang tingkat likuiditasnya setara pasar, tapi ada produk yang bahkan tidak likuid sama sekali,” kata Guntur, beberapa waktu lalu.

Direktur Utama Indo Premier Investment Management Diah Sofianti mengamini hambatan likuiditas menjadi masalah bagi ETF di pasar sekunder. Padahal, harga pembelian ETF di pasar sekunder tergolong murah.

Selama ini, likuiditas ETF jauh lebih baik ketika diperdagangkan di pasar primer. Hal tersebut didukung oleh transparansi yang baik, sehingga investor bisa leluasa melakukan transaksi jual-beli produk ETF.

Tapi Wawan Hendrayana, Head of Investment Research Infovesta Utama, menuturkan, transaksi produk ETF di pasar primer membutuhkan modal besar. Investor setidaknya harus menyisihkan dana sekitar Rp 50 juta untuk membeli satu basket ETF. Ini membuat transaksi jual-beli ETF di pasar primer lebih didominasi investor dari kalangan institusi ketimbang ritel. 

Padahal, produk ETF unggul dalam urusan fleksibilitas karena dapat diperdagangkan di setiap detik selama jam perdagangan bursa berlangsung. Investor juga dapat memantau kinerja portofolio ETF secara menyeluruh. 

Ini berbeda dengan investasi pada reksadana konvensional yang isi portofolionya dari fund fact sheet. Di samping itu, sekalipun tidak diperdagangkan di pasar sekunder, harga produk ETF tetap mampu bergerak. 

Meski tak likuid di pasar sekunder, ETF tetap laris. Lihat saja, dana kelolaan ETF di 2017 lalu naik 25% jadi Rp 8,08 triliun. Investor masih tertarik menaruh dana di produk ini lantaran sebagian besar kinerja produk ini mampu melampaui indeks acuannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×