kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengintip reksadana Manulife Greater Indonesia


Senin, 14 September 2015 / 19:14 WIB
Mengintip reksadana Manulife Greater Indonesia


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Saham-saham sektor defensif menjadi andalan manajer investasi di tengah fluktuasi pasar modal. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), salah satunya yang menerapkan strategi tersebut untuk reksadana Manulife Greater Indonesia Fund USD.

Presiden Direktur MAMI Legowo Kusumonegoro mengatakan pihaknya mengambil saham-saham yang diuntungkan oleh pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Misalnya, perusahaan berbasis ekspor.

Selain itu, MAMI juga masuk ke saham perusahaan yang diuntungkan oleh penurunan tingkat suku bunga."Dengan kondisi seperti ini, kami akan lebih secure dengan saham defensif," ujar Legowo.

Menilik fund factsheet Agustus 2015 reksadana ini memaksimalkan penempatan di saham dalam negeri sekitar 87,81%. Lalu, sekitar 8,68% di saham luar negeri dan sisanya 3,51% di pasar uang.

Produk ini sejatinya memiliki kebijakan investasi leluasa memutar di saham minimal 80% dan maksimal 100%. Serta maksimal pada pasar uang yang sebesar 20%.

Adapun lima besar efek dalam portfolio antara lain Astra International, Bank Central Asia dan Bank Mandiri. Serta Bank Rakyat Indonesia dan Telekomunikasi Indonesia.

Infovesta Utama mencatat produk ini berkinerja minus 30,46% pada satu tahun terakhir per 11 September 2015. Kinerja tersebut jauh di bawah rata-rata return reksadana saham yang minus 17,10% pada periode yang sama.

Tekanan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ikut menyumbang minusnya kinerja produk ini. Pasalnya, reksadana ini memutar aset dasar pada mayoritas saham berdenominasi rupiah. Di sisi lain, nilai aktiva bersih (NAB) dihitung dalam dollar AS.

Legowo mengatakan pihaknya telah menyampaikan kepada investor bahwa produk ini memiliki risiko ganda. Yakni, risiko pergerakan harga saham yang menjadi aset dasar serta risiko mata uang. "Namun juga mempunyai potensi keuntungan double, dari penguatan mata uang serta keuntungan pasar modal. Sehingga memang higher risk dan higher return," tutur Legowo.

Reksadana ini menggunakan Deutsche Bank sebagai bank kustodian. Investor bisa merogoh kocek US$100 untuk minimum pembelian pertama.

Investor akan dikenakan biaya pengelolaan manajer investasi maksimal 2,5% per tahun. Serta biaya kustodian maksimal 0,25% per tahun.

Sedangkan untuk biaya pembelian akan ditangguhkan dan dikenakan saat penjualan kembali. Biaya pembelian ini dihitung dari harga unit saat pembelian. Di mana, dikenakan sekitar 1% hingga 2%.

Analis Infovesta Utama Praska Putrantyo mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah yang menembus Rp 14.300 per dollar AS atau sudah melemah hingga 13% sepanjang year to date (YTD) 11 September 2015 masih menjadi tantangan bagi kinerja produk ini.

Kendati demikian, kinerja reksadana ini akan diuntungkan oleh saham-saham bluechip berkapitalisasi besar sekaligus index movers yang menjadi alokasi utama aset dasar. Secara fundamental, saham-saham tersebut memiliki prospek yang bagus dalam jangka panjang.

Pergerakan saham tersebut akan dipicu oleh ekspektasi pemulihan indeks harga saham gabungan (IHSG). "Pemulihan pasar saham cenderung dipengaruhi atau digerakkan oleh saham-saham blue chip berkapitalisasi besar sekaligus index movers. Sehingga, hingga akhir tahun ini, prospek reksadana Manulife Greater Indonesia Fund USD juga turut terangkat atau mengalami pemulihan," papar Praska.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×