kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga ORI013 di pasar sekunder kian melemah


Jumat, 23 Desember 2016 / 20:47 WIB
Harga ORI013 di pasar sekunder kian melemah


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Kondisi pasar obligasi dalam negeri yang tengah tertekan membuat harga Obligasi Negara Ritel seri ORI013 merosot sejak diperdagangkan di pasar sekunder pada 15 Desember 2016.

Mengacu Bloomberg pada Kamis (22/12) pukul 11.11 WIB, harga ORI013 tercatat di level 98,08%, turun 1,92% dari harga par 100%. Walhasil, yield membesar dari semula 6,6% menjadi 7,36%.

Fenomena ini berbeda dengan yang dialami ORI seri lawas. Misalnya pada ORI012 yang diperdagangkan di harga 100,31% dengan yield 8,87% sepekan setelah melenggang di pasar sekunder. Begitu pula dengan harga ORI011 yang mencapai angka 101,8% dengan yield 7,8%.

Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menuturkan, sejatinya instrumen ORI akan membukukan kenaikan harga pada dua pekan pertama pelepasan di pasar sekunder. Namun, kenaikan yield ORI013 mengikuti tren pergerakan imbal hasil obligasi Indonesia saat ini.

Yield surat utang dalam negeri memang cenderung menanjak sejak bulan November 2016 pasca kemenangan tak terduga Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke - 45.

Katalis negatif juga bertambah akibat kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) sebesar 25 bps menjadi 0,5% - 0,75% pekan lalu. Walhasil, rupiah terkulai di hadapan dollar AS. "Ini membuat harga ORI dan yieldnya menyesuaikan di market. Mekanisme pasar memang begitu," terang Made.

Made mencontohkan, kala ORI013 terbit pada 15 Oktober 2016, yield surat utang negara (SUN) bertenor tiga tahun memang masih di 6,5%. Saat ini, yield SUN tiga tahun berkisar 7,2%.

Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management sepakat, kenaikan yield obligasi Indonesia diakibatkan oleh masalah eksternal, terutama dari negeri paman sam. Terlebih kupon yang ditawarkan ORI013 cukup rendah. "Makanya harga di bawah par," imbuh Anil.

Oleh karena itu, Anil menyarankan investor ritel ORI013 untuk tidak melepaskan kepemilikannya di pasar sekunder agar mereka tidak merealisasikan kerugiannya. Investor masih dapat menikmati kupon 6,6% per tahun dari pemerintah.

Sebaliknya, Anil berpendapat ORI013 cukup menarik untuk dikoleksi saat ini. Sebab, yield sudah membumbung, bahkan menyerupai yield SUN bertenor lima tahun yang tercatat 7,4%. "Imbal hasil ORI013 bagus, hanya beda sekitar 10 bps. Padahal durasi lebih pendek, risikonya lebih rendah dari tenor lima tahun," paparnya.

Menurut Made, ORI013 masih layak untuk diburu investor domestik. Maklum, tawaran imbal hasilnya melampaui bunga deposito perbankan. Apalagi pajak kupon ORI013 hanya 15%, lebih rendah dari pajak bunga deposito perbankan yang dipatok 20%. "Justru bisa beli di bawah par. Tapi yang pegang ORI013 apakah mau jual?" tukasnya.

Made menilai, hingga pengujung tahun 2016, harga ORI013 masih akan berkisar 98% - 98,5%. Mayoritas investor sudah tutup buku jelang akhir tahun. Barulah pada tahun 2017, ORI013 berkesempatan unjuk gigi. Pasca libur akhir tahun, pelaku pasar bakal hadir dengan anggaran baru tahun depan.

Made memperkirakan, investor masih akan mengambil posisi wait and see sembari mencermati susunan kabinet Donald Trump pada Januari 2017. Sehingga ia belum dapat memastikan seberapa banyak investor ritel yang melepaskan kepemilikan ORI013 ke pasar sekunder di waktu mendatang. "Lihat situasi dulu. Kondisi sebenarnya bisa membaik di domestik," pungkasnya.

Pada 15 Oktober 2016, pemerintah meluncurkan ORI013 sebanyak Rp 19,69 triliun. Instrumen bertenor tiga tahun ini akan jatuh tempo pada 15 Oktober 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×