Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Harga West Texas Intermediate (WTI) bergerak naik turun dengan memberikan sinyal pertumbuhan ekonomi negara pengkonsumsi minyak terbesar di dunia terus berlanjut dan adanya spekulasi cadangan minyak Amerika menurun.
Di Bursa Nymex pada Kamis (15/1) hingga pukul 14.15 WIB, harga minyak untuk kontrak pengiriman Februari melemah tipis 0,05% menjadi US$ 92,54 per barel dibanding hari sebelumnya.
Harga bergerak tipis setelah sehari sebelumnya naik 0,9%. Pergerakan yang naik turun dipicu oleh adanya prediksi data Energy Information Administration (EIA) akan menunjukkan cadangan minyak Amerika yang menurun, setelah sebelumnya cadangan minyak turun sebanyak 1,3 juta barel pada pekan lalu. Sedangkan rilis data Retail sale bulanan Amerika pada 14 Januari lalu menunjukkan peningkatan sebesar 0,2%. Sehingga membuat harga bergerak melemah sedikit.
"Beberapa indikator ekonomi di Amerika membaik. Sehingga minyak mungkin akan melemah, tapi minyak juga sepertinya akan mendapat dorongan dengan adanya peningkatan ekonomi," kata Ken Hasegawa, manajer perdagangan energi Newedge Group di Tokyo seperti dilansir dari Bloomberg.
Kepala Riset dan Analis Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra juga mengatakan, pelemahan harga minyak lebih dipicu oleh adanya penguatan dollar, terutama setelah data retail sale yang dirilis bagus. Selain itu, dua pejabat The Fed memberikan pernyataan yang menginginkan berlanjutnya tapering pada 2014 yang menimbulkan potensi adanya tapering lanjutan yang akan dilakukan oleh bank sentral Amerika.
Untuk pergerakan sepekan ke depan, Ariston bilang, harga minyak masih akan melemah karena penguatan dollar yang cukup dominan. Ditambah dengan adanya penambahan produksi shell gas di Amerika yang akhirnya menjadi sentimen negatif bagi harga minyak.
Ariston bahkan mengatakan, biarpun data cadangan minyak Amerika menurun, harga minyak masih akan melemah. "Jika data stok minyak negatif, memang akan mampu mengangkat harga minyak. Namun hanya mengangkat harga sedikit, tapi kemudian bergerak masuk ke tren besarnya karena adanya penguatan dollar," kata Ariston.
Secara teknikal, Ariston bilang, harga minyak masih menunjukkan penurunan. Indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) masih berada di bawah garis sinyal yang terbuka ke bawah menunjukkan potensi turun. Stochastic ada di level 13,3 yang sudah memasuki area oversold dan menunjukkan ada penurunan yang terbuka.
Relative Strength Index (RSI) ada di level 40 yang menunjukkan adanya tekanan terhadap harga minyak. Sedangkan harga masih bergerak dekat moving average (200) mingguan yang mengindikasikan support yang cukup kuat sehingga harga berkonsolidasi di MA (200).
Ariston pun memprediksi harga minyak untuk sepekan ke depan akan bergerak di kisaran US$ 90,00 - US$ 95,00 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News