kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom: Sebaiknya BI tahan bunga acuan 4,25%


Rabu, 18 Oktober 2017 / 21:15 WIB
Ekonom: Sebaiknya BI tahan bunga acuan 4,25%


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - 

Bulan ini, BI perlu tahan bunga acuan di level 4,25%

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini pada Kamis (19/10) besok. Setelah dua bulan berturut-turut memangkas suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse repo Rate), sejumlah ekonom menilai, kali ini BI perlu menahan bunga acuan di level 4,25%.

Walaupun kinerja inflasi rendah dan cadangan devisa (cadev) mencatatkan posisi tertinggi sehingga membuka ruang bagi bank sentral untuk kembali memangkas suku bunganya.

Untuk diketahui, inflasi Januari September 2017 tercatat cukup rendah 2,66% dan cadev akhir September mencatat rekor tertinggi sepanjang masa, yaitu sebesar US$ 129,4 miliar.

Moody's dalam keterangan resminya menilai, Bank Indonesia (BI) perlu berhenti sejenak di bulan ini setelah memangkas bunga acuan di Agustus dan September lalu. Moody's menilai, BI perlu berhati-hati melonggarkan kebijakan moneter saat kebijakan moneter The Fed lebih hawkish.

"Tujuan BI tampaknya akan mencapai target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 5,2%," tulis Moody's dalam keterangan resmi yang dikutip KONTAN, Rabu (18/10).

Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi mengatakan, melihat perkembangan inflasi, ruang BI untuk kembali memangkas suku bunga acuannya masih ada. Namun menurutnya, BI akan mempertimbangkan berbagai faktor.

"Pemangkasan lebih lanjut berisiko menekan rupiah karena selisih suku bunga riil dengan advanced economies berkurang," kata Eric.

Pada akhirnya, hal itu lanjut dia, bisa mengurangi daya tarik bagi investor portofolio asing untuk masuk ke Indonesia.

Di sisi lain, ia menilai, masih banyak faktor ketidakpastian global yang bisa memicu arus modal keluar (capital outflow).

Misalnya, kebijakan fiskal Presiden AS Donald Trump yang berencana memangkas pajak dan berpotensi memperkuat dollar AS. Juga faktor geopolitik di semenanjung Korea dan Spanyol.

Eric juga menilai bank sentral sebaiknya menahan suku bunga kali ini, meski pertumbuhan kredit masih lambat. Sebab, "lebih baik BI melihat dan menilai dulu dampak dua kali pemangkasan suku bunga ke sektor riil dan pertumbuhan ekonomi," tambah dia.

Di Agustus 2017, pertumbuhan kredit hanya sebesar 8,4% year on year (YoY). Meski lebih tinggi dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 7,9% YoY.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memproyeksi, BI bakal menahan suku bunga acuannya bulan ini. Sebab, suku bunga acuan saat ini masih sejalan dengan inflasi tahun ini yang diperkirakan mencapai 4% plus minus 1%.

Selain itu, normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang dimulai di akhir tahun ini diperkirakan akan mendorong penguatan dollar AS terhadap mata uang global. Walaupun cadev Indonesia cukup tinggi.

Sementara Ekonom Maybank Indonesia memperkirakan BI akan menahan suku bunganya hingga akhir tahun. BI 7-Day Reverse Repo Rate kata Juniman, berpotensi naik di tahun depan.

Ia memperkirakan, tahun depan merupakan tren pengetatan kebijakan moneter bank sentral-bank sentral dunia. Selain The Fed, Bank Sentral Eropa juga akan mulai melakukan pengetatan di tahun depan.

Begitu juga dengan Bank Sentral Jepang. "Kemungkinan naik sekitar 25-50 basis points (bps) untuk merespon suku bunga global. Jika tidak, kurs rupiah terhadap dollar AS akan kemana-mana," kata Juniman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×