kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada tekanan jual, peta big caps berubah


Kamis, 26 April 2018 / 21:46 WIB
Ada tekanan jual, peta big caps berubah
ILUSTRASI. Pasar modal


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berlanjut. Aksi jual mewarnai transaksi bursa dalam lima hari perdagangan terakhir. Sejak rekor tertingginya pada level 6.693,46, saat ini indeks telah terkoreksi 11,72%. Tekanan pun terasa pada saham-saham berkapitalisasi pasar besar.

Wajar bila emiten big caps terseret dalam. Bobot yang terkontribusi pada indeks cukup besar dibandingkan emiten lain. Tekanan jual mulai tampak setelah indeks mencetak rekor tertinggi pada bulan Februari 2018 lalu. Alhasil, formasi emiten berkapitalisasi jumbo pun berubah.

Pada akhir 2017, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) masih memimpin sebagai perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar. Nilai kapitalisasi pasar HMSP mencapai Rp 550,18 triliun. 

Namun, pada 26 April 2018, market caps HMSP melorot ke Rp 449 triliun. Pun demikian halnya dengan peringkat HMSP yang turun ke posisi kedua. Sedangkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menempati posisi puncak dengan market caps senilai Rp 531 triliun.

Meski BBCA memimpin, sejatinya market caps emiten milik grup Djarum ini turun jika dibandingkan dengan akhir 2017 yang sebesar Rp 534,54 triliun. Penurunan market cap BBCA terbilang mini bila dibandingkan dengan penyusutan emiten big caps lainnya. 

Bukan hanya BBCA, emiten perbankan lainnya juga masih turun lebih kecil dibandingkan lainnya. Sektor yang terlihat turun dalam yakni consumer goods. Emiten seperti HMSP, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun cukup dalam.

Franky Riyandi Rivan, analis Kresna Sekuritas menyatakan, sentimen domestik yang kurang kuat tidak bisa membendung laju arus jual akibat sentimen global. Hal ini membuat indeks tertekan cukup dalam belakangan ini. 

Data ekonomi yang akan dirilis berupa produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat (AS) kuartal I-2018 dinilai bisa memberikan warna baru. Pelaku pasar saat ini memprediksi PDB AS akan tumbuh 2%. “Kalau nanti ternyata di atas itu, ada kencederungan likuiditas pasar masih kembali ke AS,” kata Franky, Kamis (26/4).

Sedangkan bila ternyata data PDB AS ada di bawah ekspektasi pasar, maka ada peluang aliran hot money kembali ke Indonesia. Selain sentimen dari global, pasar masih berharap banyak ada sentimen positif dari dalam negeri. 

Sentimen domestik yang ditunggu antara lain laporan kinerja emiten pada kuartal I-2018. Namun, di antara saham-saham big caps, sektor consumer goods masih menjadi sorotan.

Hal itu tercermin pada kinerja UNVR. Laba emiten barang konsumer ini menyusut 6,21% pada kuartal pertama tahun ini. Hal itu sekaligus mengonfirmasi adanya penurunan daya beli pada produk UNVR. 

Sebelumnya sinyal katalis negatif pada UNVR tampak pada data indeks keyakinan konsumen (IKK) yang menurun. IKK Maret tetap berada pada 121,6. Namun lebih rendah dari IKK bulan sebelumnya sebesar 122,5.

Saham consumer yang tertekan adalah HMSP. Laba bersih HMSP di kuartal pertama tahun ini turun 8% yoy menjadi Rp 3,03 triliun.

Franky melihat, private consumption kuartal I-2018 tidak lebih bagus dari tahun lalu. Padahal, sektor ini menjadi penyumbang dalam komposisi PDB nasional. Oleh karena itu, saham sektor consumers langsung terkena dampak. 

Meski demikian, dia masih memilik view bullish untuk masa mendatang. “Proyeksi PDB kami masih bisa 5,2%, ini karena kami melihat laporan keuangan perusahaan masih cukup oke,” ujarnya.

Selain sektor consumers, sektor perbankan juga menjadi perhatian. Sektor ini sebelumnya masih punya daya cukup besar dalam menahan pelemahan indeks. 

Franky menilai, pada tahun lalu perbankan banyak mengandalkan pendapatan dari kredit. Hanya saja, tahun ini akan sedikit berbeda. “Kami ekspektasi Bank Indoensia akan menaikkan 25 basis poins (bps),” katanya.

Jika suku bunga naik, net interest margin akan makin lebar. Franky melihat, sektor perbankan masih overweight. Pada sektor perbankan, dia masih merekomendasikan buy PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) BBRI dengan target harga Rp 4.435 dan buy PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan target harga Rp 10.975. “Kami juga masih rekomendasikan buy saham ASII dengan target harga Rp 9.100,” lanjutnya.

Hari ini, harga saham BBRI turun 5,14% ke level Rp 3.140 per saham. Harga saham BBNI turun 3,95% ke Rp 7.900 per saham. Sedangkan harga saham PT Astra International Tbk (ASII) turun 1,05% ke Rp 7.075 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×