Reporter: Umi Kulsum | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Yield surat utang negara (SUN) Indonesia bertenor 10 tahun masih jadi yang paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Mengacu data Asian Bonds Online per 10 April 2017, yield obligasi bertenor 10 tahun pemerintah mencapai 7,12%. Ini melampaui yield obligasi bertenor sama milik pemerintah Vietnam 6,05%, Filipina 5,27% dan Malaysia 4,12%.
Dengan demikian, artinya harga obligasi negara Indonesia masih terhitung yang paling rendah di Asia Tenggara. Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menjelaskan, yield SUN domestik yang tinggi selama ini sukses menarik minat investor asing.
Lihat saja, kepemilikan asing di obligasi pemerintah masih yang terbesar. "Kepemilikan investor lokal, seperti dana pensiun dan dana asuransi, di SUN masih terbilang kecil ketimbang investor asing," jelas Made, Selasa (11/4).
Mengacu data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 10 April, porsi investor asing di surat berharga negara (SBN) domestik mencapai 38,37%. Ini setara Rp 725,03 triliun.
Ekonom Bank Danamon Indonesia Dian Ayu Yustina menilai, masih tingginya minat investor global terhadap aset berisiko juga menguntungkan pasar obligasi dalam negeri. "Fundamental yang stabil dan sentimen risk-on di pasar global masih mungkin membawa aliran dana masuk lebih banyak di pasar obligasi," tutur dia dalam risetnya.
Tunggu rating S&P
Tapi perlu dicatat, sejak awal tahun, yield SUN Indonesia telah turun 85,3 basis poin. Penurunan tersebut jadi yang terbesar ketimbang negara lain. Artinya, harga SUN cenderung naik sejak awal tahun.
Made memprediksi yield obligasi Indonesia masih bisa mengecil. Tapi dengan catatan lembaga pemeringkat utang internasional Standard & Poor's (S&P) benar-benar menaikkan peringkat utang Indonesia ke level investment grade.
Kenaikan peringkat investasi Indonesia akan membuat investor asing semakin berbondong-bondong memarkirkan dana di surat utang dalam negeri, walaupun yield-nya menciut. "Memang asing ini dualisme, satu sisi menekan yield, satu sisi akan berhati-hati dengan yield-nya juga," terang Made.
Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga menambahkan, yield obligasi sangat terkait dengan inflasi dan arah suku bunga. Selama 10 tahun belakangan, inflasi Indonesia cukup tinggi dan kurang stabil. "Ini cukup berpengaruh terhadap proyeksi suku bunga dan yield obligasi surat utang dalam negeri," jelas dia.
Desmon menilai sebetulnya risiko investasi dalam negeri terus membaik. Jadi, meskipun S&P tidak menaikkan peringkat utang Indonesia, prospek investasi obligasi dalam negeri akan tetap manarik karena didukung oleh kondisi makroekonomi yang cukup stabil. "Baik rating naik atau tidak, kami tetap melihat tidak menjadi kejutan, karena sepanjang tahun lalu saja investor asing sudah masuk ke SUN," jelas dia.
Memang, tak dipungkiri ancaman pasar obligasi berasal dari sentimen global. Namun Desmon memprediksi, meski The Fed masih berencana menaikkan suku bunga dua kali lagi, dampaknya tidak akan terlalu signifikan. "Kenaikan pertama memang sempat mengguncang pasar obligasi, namun hanya sementara," tambah dia.
Made memprediksi, yield obligasi tenor 10 tahun akan berada di level 7,25% akhir tahun ini. Sementara Desmon menghitung yield SUN acuan dengan tenor 10 tahun akan berkisar 7,4%-7,8%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News