Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) memastikan pengembalian investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tak menjadi isu. Hal ini sekaligus menegaskan sejauh mana kemampuan WIKA melunasi pinjaman sekitar Rp 60 triliun yang digunakan untuk mendanai proyek tersebut.
Tumiyana, Direktur Utama WIKA menjelaskan, tenor pinjaman proyek kereta cepat hingga 50 tahun. "Untuk 10 tahun pertama merupakan grace period," ujarnya kepada Kontan.co.id belum lama ini.
Sehingga, dalam 10 tahun pertama, WIKA sudah memperoleh cashflow dari proyek di bawah bendera PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) itu tanpa harus mengangsur pinjaman. WIKA baru mulai mencicil pinjaman di 10 tahun kedua hingga 10 tahun kelima.
Cashflow salah satunya berasal dari penjualan tiket. Tumiyana bilang, tiket kereta cepat sekitar Rp 200.000 sekali jalan. Tiket kereta konvensional jurusan yang sama saja sekarang sekitar Rp 250.000 dan itu laku. Dengan Harga tiket yang lebih murah dan waktu tempuh kurang dari satu jam, manajemen optimistis kereta api cepat bakal laku.
Cashflow dari penjualan tiket juga masih berpotensi bertambah. "Karena setiap periode tertentu pasti ada kenaikan harga tiket," imbuh Tumiyana.
Belum lagi keberadaan empat hunian berkonsep transit oriented development (TOD) di sepanjang jalur kereta cepat. Ini bisa menjadi dorongan tambahan cashflow. Dengan hitungan tarif Rp 200.000 dan keberadaan TOD, pemasukan dari tiket bisa mencapai Rp 320 triliun setiap tahun.
Tumiyana menambahkan, dengan tenor selama 50 tahun ditambah dengan faktor inflasi, ketemu hitungan sederhana WIKA harus mencicil sekitar Rp 2 triliun untuk melunasi pinjaman. "Sekitar Rp 2 triliun setiap tahun, kami bisa," ujar Tumiyana.
Sedikit perbandingan, arus kas dari pembayaran bunga pinjaman WIKA kuartal III-2018 tercatat Rp 475,49 miliar, naik 64% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 289,77 miliar. Meski naik, namun saldo kas dan setara kas WIKA di periode tersebut mencapai Rp 9,93 triliun, naik 27% dibanding kuartal III-2017 sebesar Rp 7,82 triliun.
Angka itu bakal terus bertambah. Sebab, proyek WIKA tidak hanya berhenti di kereta cepat, melainkan banyak proyek lain yang berkaitan dengan proyek sipil.
Kereta cepat merupakan proyek konsorsium antara PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd. Porsi kepemilikan sahamnya masing-masing 60% dan 40%.
Adapun PBSI merupakan konsorsium antara WIKA, PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII, dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR). WIKA memegang 38% saham konsorsium tersebut. KAI dan PTPN masing-masing menguasai 25% saham. Sedang sisanya milik JSMR.
Kereta cepat ditargetkan bisa beroperasi pada 2021. Untuk saat ini, proses pembebasan lahan sudah mencapai 85%. "Sisa 15% hanya seperti fasilitas umum yang bisa dikerjakan belakangan," pungkas Tumiyana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News