Sumber: CNBC,Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street turun tajam menutup perdagangan Selasa (12/5). Aksi ambil untung melanda pasar setelah pakar penyakit menular Amerika Serikat (AS) memperingatkan kemungkinan gelombang kedua wabah virus corona akibat langkah prematur membuka kembali perekonomian.
Mengutip Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average turun 457,21 poin atau 1,89% ke level 23.764,78, indeks S&P 500 kehilangan 60,2 poin atau 2,05% menjadi 2.870,12, dan indeks Nasdaq Composite turun 189,79 poin atau 2,06% menjadi 9.002,55.
Indeks Volatilitas Cboe, yang dikenal sebagai pengukur rasa ketakutan Wall Street, berakhir naik 5,47 poin pada level 33,04. Itu adalah kenaikan poin satu hari terbesar untuk VIX lebih dari tiga pekan.
Baca Juga: Wall Street mixed di tengah rilis data inflasi AS yang terendah sejak Desember 2008
Di antara 11 sektor utama indeks S&P, real estate adalah persentase penurunan terbesar dengan 4,3%. Industri dan keuangan adalah penghambat terbesar berikutnya dengan penurunan masing-masing 2,8% dan 2,7%.
Wall Street mengalami penurunan pertama dalam empat sesi. Pasar mempertimbangkan potensi gelombang kedua infeksi virus corona dengan pelonggaran pembatasan untuk tinggal di rumah.
Anthony Fauci, direktur The National Institute of Allergy and Infectious Diseases mengatakan kepada Kongres bahwa virus corona yang telah membunuh 80.000 orang Amerika, belum terkendali dan kemungkinan belum ditemukan vaksinnya pada akhir Agustus atau awal September.
"Ada risiko nyata bahwa pelonggaran akan memicu wabah yang mungkin tidak dapat kendalikan," kata Fauci tentang langkah-langkah prematur.
Selanjutnya, adanya laporan kasus baru infeksi virus corona di negara-negara seperti China, Korea Selatan, dan Jerman, di mana telah mencabut kebijakan lockdown kian menambah kekhawatiran..
Baca Juga: Jawab tuduhan FBI, China: Kami lebih memimpin dalam pengembangan vaksin Covid-19!
Di sisi lain, data Selasa menunjukkan bahwa harga konsumen AS turun paling banyak sejak Resesi Hebat di bulan April, karena anjloknya permintaan bensin dan layanan termasuk perjalanan maskapai karena orang-orang tetap di rumah selama krisis virus corona.
Tetapi harga untuk makanan yang dikonsumsi di rumah naik 2,6%, kenaikan terbesar sejak Februari 1974. Membuat beberapa investor cemas tentang prospek stagflasi, jika konsumen tidak dapat mengimbangi kenaikan harga untuk kebutuhan pokok.
"Apa yang terjadi jika biaya barang-barang penting menjadi lebih mahal dan Anda tidak mendapatkan cukup uang. Itu bisa menjadi sangat bermasalah, ”kata Phil Blancato, kepala eksekutif Ladenburg Thalmann Asset Management.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News