kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Utang BTEL Makin Membengkak


Selasa, 01 Juni 2010 / 12:12 WIB
Utang BTEL Makin Membengkak


Reporter: Sofyan Nur Hidayat, Anna Suci | Editor: Test Test

JAKARTA. Utang PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) terus menumpuk. Laporan keuangan BTEL pada kuartal I-2010 menyebutkan, nilai kewajiban lancar BTEL membengkak 83,33% menjadi Rp 2,4 triliun. Kewajiban itu termasuk pinjaman ke beberapa bank senilai Rp 654,65 miliar yang harus dilunasi tahun ini. Sebagai contoh, pinjaman dari Credit Suisse AG cabang Singapura mencapai
Rp 410,17 miliar.

Akibat pembengkakan utang tersebut, beban bunga yang harus dibayar BTEL juga terus membesar. Per 31 Maret 2010, perusahaan telekomunikasi ini harus membayar beban bunga pinjaman sebesar Rp 84,62 miliar atau naik 86,92% daripada kuartal I-2009 yang sebesar Rp 45,27 miliar.

Tahun ini, kewajiban BTEL juga akan semakin menumpuk. Sebab, pada 7 Mei lalu, BTEL kembali menerbitkan senior notes sebesar US$ 250 juta. Surat utang berbunga 11,5% per tahun ini akan beredar hingga tahun 2015 nanti.

Menurut Danny Buldansyah, Wakil Direktur Utama Bakrie Telecom, lonjakan utang ini tidak akan mempengaruhi kinerja perusahaannya. Apalagi, dengan modal US$ 250 juta hasil penerbitan obligasi global, kantong BTEL semakin tebal. Selain mengantongi dana jumbo dari obligasi global, BTEL masih punya dana kas sebesar Rp 574,57 miliar.

Operator telepon bermerek dagang Esia ini juga menginvestasikan dana Rp 586,16 miliar di sejumlah produk investasi. Saat ini, dana investasi tersebut dikelola PT Recapital Asset Management sebanyak Rp 545,90 miliar, serta dikelola PT Asia Kapitalindo Securities sebanyak Rp 37, 55 miliar.

Danny menjelaskan, BTEL akan menggunakan dana hasil penjualan obligasi sekitar US$ 175 juta untuk melunasi utang kepada Credit Suisse. Selain mengandalkan utang baru, lanjut Danny, BTEL akan melunasi pinjaman dari laba operasionalnya. Sebab, sampai kuartal I kemarin, kinerja BTEL menunjukkan grafik positif. Perusahaan ini juga akan menggunakan sisanya untuk membiayai operasional dua anak perusahaan baru, yaitu Bakrie Connectivity dan Bakrie Network.

Khusus untuk pengembangan bisnis Bakrie Connectivity, BTEL telah menyiapkan dana US$ 100 juta. Selain dari hasil penerbitan obligasi tadi, modal tersebut akan dipenuhi dari pinjaman lain.

Bakrie Connectivity juga akan menyediakan layanan data dan mengelola jaringan optik Grup Bakrie yang membentang di sepanjang ruas jalan tol milik Bakrie Development. Anak usaha yang baru saja dilahirkan BTEL ini juga akan mengendalikan jaringan media milik kerajaan bisnis keluarga Bakrie, seperti stasiun televisi TV One, ANTV, dan Vivanews.

Sebagai catatan saja, selama periode Januari- Maret 2010, BTEL mampu meraih laba bersih senilai Rp 29,04 miliar atau naik 406,8% dari periode sebelumnya yang sebesar Rp 5,73 miliar. Hanya saja, pendapatan usahanya hanya tumbuh 7,63% menjadi Rp 708,46 miliar.

Rupanya, kenaikan laba BTEL lebih ditopang untung kurs senilai Rp 28,21 miliar. Sementara di tahun 2009, perusahaan mengalami rugi kurs Rp 14,18 miliar.
Selain laba kurs, menurut Danny, peningkatan pelanggan seluler ikut menambah pendapatan BTEL. "Jumlah pelanggan kami terus bertambah. Hal ini tentu akan berdampak pada pendapatan tahun ini," jelasnya.

Namun, Vice President, Research & Analysis Valbury Asia Futures Nico Omer Jonckheere menilai, membaiknya kinerja BTEL selama kuartal I bukan berasal dari peningkatan jumlah pelanggan. Biasanya, menurut Nico, jumlah pelanggan di awal tahun tidak akan bertambah banyak dibandingkan tahun sebelumnya.

Pun begitu, Nico menilai bahwa kenaikan utang BTEL sebagai sesuatu yang wajar. Pasalnya, bisnis telekomunikasi membutuhkan belanja modal atau capital expenditure (capex) yang sangat besar, terutama untuk investasi jaringan. "Tipikal bisnis telekomunikasi memang padat modal," katanya.

Hanya saja, ia menilai, pembengkakan beban bunga BTEL sudah kelewat tinggi. Sebab, di tengah margin bisnis telekomunikasi yang kian menipis akibat ketatnya persaingan, peningkatan utang dalam jumlah besar akan menggerogoti laba perusahaan. Pada perdagangan saham kemarin (31/5), harga saham BTEL ditutup menguat 5% pada level Rp 147 per saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×