Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Asnil Amri
NUSA DUA. Draf revisi aturan terkait ketentuan pencatatan atas penerbitan saham perdana alias (IPO),khususnya untuk sektor pertambangan telah selesai dibuat.
Dalam waktu dekat, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyerahkan draf tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Minggu depan akan kami serahkan kepada OJK," ujar Ito Warsito, Direktur Utama OJK, Senin (4/11).
Salah satu poin krusial yang ada dalam revisi aturan itu adalah, kriteria bahwa perusahaan tambang harus sudah berproduksi dan sudah harus mencatatkan laba operasional selama satu tahun terakhir dihapus.
Dalam aturan yang baru, perusahaan tambang sudah bisa mengajukan proposal IPO kepada BEI sejak perusahaan tersebut sudah selesai eksplorasi. Namun, untuk keperluan penilaian, perusahaan bersangkutan harus mendapat rekomendasi dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia.
Hal ini untuk mengetahui potensi produksi perusahaan tambang yang dilakukan yang akan berimbas pada prospek kinerja emiten di masa mendatang.
Terkait hal itu, Noor Rachman, Direktur Pengawasan Pasar Modal OJK bilang, pihaknya akan melihat dulu draf revisi aturan itu. Namun, yang jelas, dari sisi keterbukaan informasi, perusahaan tambang yang bersangkutan harus mengemukakan potensi risiko yang akan dihadapi dalam prospektus IPO.
Misal, adanya longsor di lokasi tambang itu atau hal-hal lain yang menyebabkan kegiatan produksi terganggu dan pada akhirnya bisa mempengaruhi kondisi finansial perusahaan. "Sebenarnya, di negara lain, aturan (IPO) ini sudah diterapkan, tetapi papan pencatatan dipisahkan, di papan pencatatan berisiko," kata dia.
Jadi, di papan pencatatan bursa efek negara tersebut, ada yang namanya papan berisiko yang memang isinya perusahaan-perusahaan yang dinilai memiliki risiko usaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News