Reporter: Arvin Nugroho | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.COko.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan harga komoditas energi. Para analis menilai melemahnya harga komoditas energi pada kuartal I tak luput dari efek negatif akibat virus corona. Beberapa komoditas energi sempat kembali naik atau rebound setelah tren pemangkasan suku bunga dilakukan oleh berbagai dunia sebagai upaya menstabilkan perekonomian.
Berdasar Bloomberg Senin (6/4) pukul 19.15 WIB, harga minyak jenis WTI dengan kontrak pengiriman Mei 2020 turun sebesar 3,28% ke posisi US$ 27,41 per barel. Sedangkan pada kuartal I, minyak jenis WTI ditutup di posisi US$ 20,48. Itu berarti harga minyak jenis WTI pada kuartal I turun 66,22%.
Sedangkan, harga minyak jenis Brent dengan kontrak pengiriman Juni 2020 juga terpantau menurun hari ini sebesar 3,08% di posisi US$ 33,06 per barel. Sedang pada kuartal I, minyak jenis Brent ditutup di posisi US$ 22,74. Itu berarti harga minyak jenis Brent turun 58,88% pada kuartal pertama.
Baca Juga: Harga minyak mentah turun lebih dari 2% setelah OPEC+ tunda pertemuan hari ini
Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan dampak dari virus corona menjadi sentimen utama melemahnya harga minyak pada kuartal pertama. Pasalnya, permintaan minyak menjadi menurun sedangkan produksi minyak mengalami peningkatan.
Permintaan negara importir minyak seperti China pun turun akibat virus corona. Belum lagi, berbagai negara telah memberlakukan lockdown sebagai upaya pencegahan menyebarnya virus corona. “Sentimennya didominasi oleh penyebaran virus corona,” kata Faisyal.
Di samping virus corona, Faisyal mengatakan perang harga antara Arab Saudi dan Rusia juga turut menurunkan harga minyak. Kendati demikian, harga minyak sempat mengalami kenaikan setelah adanya rencana negosiasi pemangkasan produksi minyak antara Arab Saudi dan Rusia setidaknya 10 juta barel per hari. Terlebih, Arab Saudi telah mengirimkan sinyal untuk menyetujui kesepakatan tersebut.
Baca Juga: Outlook dipangkas, Hilmi Panigoro tegaskan fundamental Medco Energi (MEDC) masih kuat
Namun, negosiasi tertunda dan kembali dijadwalkan pada 9 April. Mundurnya jadwal negosiasi itu tak terlepas dari hubungan kedua negara tersebut yang kembali memanas pasca saling menyalahkan akibat jatuhnya harga minyak pada Maret lalu.
Di samping adanya rencana negosiasi antara Arab Saudi dan Rusia, kenaikan harga minyak juga dipengaruhi oleh adanya pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai negosiasi tersebut. Trump memprediksi akan ada kesepakatan untuk memangkas produksi sebesar 10 – 15 juta barel per hari. Tak cukup, Trump pun menyerukan akan mengenakan tarif impor bagi Arab Saudi dan Rusia.
Baca Juga: Minyak WTI anjlok hampir 6%, OPEC+ menunda pertemuannya
Kendati begitu, upaya untuk memangkas produksi tersebut tak banyak berpengaruh terhadap suplai saat ini. Pasalnya, The International Energy Agency menyebut suplai minyak masih tetap kelebihan suplai sebesar 15 juta barel per hari, meski telah dilakukan pemangkasan.
“Selain itu, kenaikan juga dipengaruhi oleh kabar membaiknya kondisi di China,” kata Faisyal.
Ke depan, Faisyal melihat harga minyak akan bergantung dari kekompakan Amerika Serikat, Arab Saudi dan Rusia dalam memangkas produksi. Seandainya ketiga negara itu sepakat untuk memangkas produksi akan menjadi katalis positif bagi harga minyak. Faisyal menghitung harga minyak pada semester I akan bergerak di rentang US$ 15 – US$ 35 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News